GridStar.ID - Pandemi virus corona masih menjadi masalah besar di Indonesia.
Pemerintah, tenaga kesehatan, maupun masyarakat saling bekerja sama untuk menangani kasus yang terus meningkat tiap harinya.
Namun miris, di tengah perjuangan tim medis berjuang mempertaruhkan nyawa melawang corona, sikap masyarakat justru seakan tak punya hati nurani.
Mulai dari perawat yang diusir dari indekosnya lantaran takut membawa virus corona pada sekitar.
Hingga yang lebih parah ialah kabar pemakaman jenazah peraat ditolak oleh warga di Kabupaten Semarang.
Seperti diketahui, Nuria Kurniasih, perawat di RSUP Dr. Kariadi meninggal dunia pada Kamis (09/04) karena terpapar Covid-19.
Jenazahnya yang akan dimakamkan di TPU Sewakul mendapat penolakan dari warga.
Setelah viral di media sosial, hingga dilakukan penangkapan terhadap oknum provokator penolakan jenazah.
Kini warga Sewakul takut tak bisa mendapat perawatan kesehatan ketika jatuh sakit.
Melansir Kompas.com, penolakan pemakaman jenazah perawat RSUP Dr. Kariadi Semarang ternyata berimbas ke warga Dusun Sewakul, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
"Kejadian itu membuat nama Sewakul jadi buruk, padahal yang menolak itu hanya oknum yang mengaku perwakilan warga," ujar Soleh di TPU Siwarak, Sewakul, Minggu (12/04).
Dampak yang paling terasa, lanjutnya, saat ini adanya kecaman di media sosial.
"Itu tidak hanya dirasakan individu-individu, tapi semua warga Sewakul," ujarnya.
Namun yang paling dikhawatirkan adalah bila suatu saat ada yang membutuhkan layanan kesehatan dan melihat KTP sebagai warga Sewakul.
"Kami takut juga bila sakit tidak ada yang mau merawat atau saat berobat ditolak," ungkapnya.
Dia meminta kepada seluruh perawat agar tidak menyamakan perilaku warga.
"Kami jujur minta maaf atas kejadian tersebut kepada para perawat di seluruh Indonesia. Jangan semua disamakan, karena penolakan itu dilakukan oleh oknum," paparnya.
Sementara Ketua RW 08 Sewakul, Daniel Sugito mengungkapkan keluarga almarhum Nuria Kurniasih sudah meminta izin kepada dirinya yang juga menjabat sebagai ketua TPU.
"Sudah diizinkan, kami juga mengajak pengurus makam mengajak penggali liang kubur," jelasnya.
Namun, tiba-tiba ada sekelompok orang menolak pemakaman tersebut.
Alasannya, banyak mobil dan orang yang menggunakan alat pelindung diri (APD).
"Saya sudah menjelaskan jenazah ini punya hak yang sama untuk dimakamkan di sini. Apalagi ayah dan pakdenya juga dimakamkan di sini. Tapi perwakilan masyarakat ini tiba-tiba menolak," jelasnya.
Setelah diskusi, keluarga almarhum memutuskan untuk memindah pemakaman ke Kompleks Pemakaman Bergota.
"Kami sudah berupaya agar almarhum bisa dimakamkan di sebelah ayahnya, namun tidak jadi terlaksana," ungkap Daniel. (*)