"Jadi kalau seseorang dibilang di-PHK, itu belum sah, mau seribu kali diucapkan, mau seribu kali surat keluar, itu nggak sah. Sahnya itu kapan? Ya kalau ada putusan pengadilan atau Perjanjian Bersama," ujar Timboel.
Dalam hal pekerja tak terima dirinya di-PHK, dia dan perusahaan dapat melakukan Perjanjian Bersama, misalnya untuk menyepakati jumlah pesangon.
Kesepakatan yang telah dicapai lantas ditandatangani kedua belah pihak untuk selanjutnya didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Selanjutnya, PHI akan mengeluarkan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama, sehingga perjanjian berlaku mengikat dan menjadi hukum yang wajib dilaksanakan seluruh pihak.
Baca Juga: Pekerja yang Terkena PHK Tak Perlu Bayar Iuran BPJS Kesehatan Selama 6 Bulan, Simak Syaratnya
"Bukti pendaftaran Perjanjian Bersama ini kekuatan hukumnya sama dengan putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang berkekuatan hukum tetap," jelas Timboel.
Jika kedua belah pihak belum menemukan kesepakatan melalui Perjanjian Bersama, maka perselisihan ini dapat dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Selama PHI belum mengeluarkan keputusan, perusahaan tetap harus menjalankan kewajibannya ke pekerja, mulai dari membayarkan upah, jaminan sosial dan kesehatan, hingga tunjangan hari raya (THR).
Oleh karenanya, menurut Timboel, dari sisi ini, keberadaan UU Cipta Kerja sebenarnya tak berpengaruh pada percepatan proses PHK perusahaan terhadap karyawan.
"Maksudnya, memang ada proses-proses, tapi tentunya tidak otomatis langsung semuanya di tangan pengusaha tidak," ucap dia.
Edukasi Kurang
Kendati sejumlah undang-undang telah mengatur decara detail, Timboel mengakui, banyak pekerja yang belum paham soal aturan PHK ini.