GridStar.ID-Pemerintah berencana mencabut atau menghentikan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada akhir tahun 2022.
Rencana tersebut muncul setelah melihat kasus harian Covid-19 yang makin melandai di Indonesia.
Sebagaimana disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023 di Hotel The Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (21/12).
"Mungkin nanti akhir tahun (2022) kita akan menyatakan berhenti PSBB-PPKM," kata Jokowi.
Melalui rencana penghapusan PPKM ini, apakah pandemi Covid-19 nanti akan menjadi endemi?
Penjelasan ahli
Menanggapi hal itu, dokter spesialis paru sekaligus Ketua Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan mengatakan bahwa jika PPKM berakhir bisa jadi kasus Covid-19 di Indonesia termasuk status endemi.
"Kalau PPKM berakhir, maka kemungkinan dianggap endemi," ujar Erlina, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/12).
Ia mengatakan, ciri khas atau patokan suatu kondisi dari pandemi menjadi endemi adalah:
- Laju penularan: kurang dari 1
- Positivity rate: kurang dari 5 persen
- Bed Occupancy Rate (BOR) atau persentase pemakaian tempat tidur di RS: kurang dari 5 persen
"Kondisi ini bertahan lebih dari 6 bulan," ujar Erlina.
Sementara itu, menurut Erlina, Indonesia sudah memenuhi keseluruhan syarat tersebut.
Namun, yang menjadi pertimbangan adalah adanya subvarian BF.7 yang melonjak di China karena laju penularannya sangat tinggi.
Baca Juga:Indonesia Masuki Masa Endemi Covid-19, Apa Bedanya dengan Pandemi?
Pandemi akan berubah endemi
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, jika PPKM dihentikan, maka kondisi Covid-19 belum bisa berubah statusnya dari pandemi menjadi endemi.
"Kalau penyakitnya masih pandemi ya enggak bisa, PPKM itu diberlakukan dalam rangka antisipasi wabah," ujar Tri, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/12).
Ia menjelaskan, untuk menghentikan PPKM dari status penyakitnya atau Covid-19 itu harus di-set terlebih dulu.
Sebab, pandemi Covid-19 bukanlah sembarang penyakit.
Menurut Tri, Covid-19 adalah penyakit baru yang terus bermutasi dan perlu pendekatan lebih lanjut.
Terkait penurunan kasus harian di Indonesia, Tri menganggap hal itu dikarenakan tes Covid-19 seperti PCR dilakukan secara tidak merata dan tidak banyak orang yang melakukannya.
"Kasus Covid-19 sebetulnya susah jadi endemi, karena menurunnya jumlah kasus karena tidak melakukan PCR. Provinsi lain tidak melakukan PCR, dan masyarakat tidak peduli, kemudian ya jelas kasusnya berkurang," lanjut dia.
Selain itu, Tri mengatakan, kunci dari penanganan Covid-19 di Indonesia adalah adanya komitmen pemerintah/negara yang ingin bersikap seperti apa terhadap penyakit Covid-19.
"Apakah pemerintah akan bersikap sama seperti Thailand yang menganggap Covid-19 sebagai common cold atau mau tetap melakukan program-program pemberantasan sampai endemi," imbuh Tri.
Baca Juga:Simak Syarat Terbaru Naik Pesawat saat Libur Natal dan Tahun Baru 2023
Situasi Covid-19 di Indonesia masih tak menentu
Di sisi lain, epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman menegaskan bahwa pemerintah perlu mengetahui karakter dari virus Covid-19.
Menurut Dicky, saat ini Indonesia masih dalam situasi tidak menentu, meski kasus hariannya turun.
"Kasus harian turun itu indikator yang belum menentramkan, karena yang bisa berkelanjutan itu hanya modal imunitas," ujar Dicky kepada Kompas.com, Jumat (23/12).
Ia menjelaskan, dengan modal imunitas yang kuat seperti melakukan vaksinasi sampai dosis keempat adalah tindakan yang tepat.
Hal ini dilakukan guna mengantisipasi karakter dari virus Covid-19 yang terus bermutasi ini.
"Jika ingin menaikkan modal imunitas berkelanjutan, maka cakupan vaksinasi yang dibangun setidaknya sampai dosis keempat itu setidaknya sudah 80 persen atau lebih (dari keseluruhan populasi)," ujar Dicky.
Sementara itu, Indonesia masih sulit memenuhi target penerima vaksinasi dosis ketiga, apalagi sampai di dosis keempat.
Dari hal tersebut, Dicky mengatakan, kemungkinan situasi pandemi Covid-19 menjadi endemi masih harus menunggu 5-20 tahun lagi.
(*)