Sebab, fungsi upah minimum adalah untuk perlindungan bagi pekerja, dan upah minimum hanya mengatur upah pekerja yang paling bawah.
"Persoalan besarannya tentu harus mempertimbangkan indikator ekonomi dan forum tripartit di mana pemerintah berfungsi sebagai mediator," kata Bhima.
Baca Juga: Agar Terbebas dari Pandemi, Benarkah Indonesia Butuh 340 Juta Dosis Vaksin Covid-19?
"Sejauh ini, pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja berpihak kepada pengusaha, dan tidak memposisikan diri sebagai mediator antara kepentingan pengusaha dan pekerja," imbuhnya.
Bhima menambahkan, sebelumnya sudah keluar Surat Edaran Menaker Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 yang membuka peluang Tunjangan Hari Raya tidak dibayar tepat waktu oleh pengusaha.
Ditambah lagi dengan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, maka akan banyak hak pekerja yang berkurang dan memberi ketidakpastian kerja (job uncertainty).
"Jadi kalau sekarang ditambah upah minimum tidak naik, maka ini strategi yang salah untuk pelindungan pekerja dan pemulihan ekonomi," kata Bhima.
Baca Juga: Kalau Berani Lakukan Hal Ini, Kemenaker Bakal Minta BLT Dikembalikan
Tak bisa digantikan bantuan sosial
Diberitakan Kompas.com, Selasa (27/10), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan keputusan tidak menaikkan upah minimum tahun depan adalah penyeimbang dari berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendongkrak daya beli masyarakat tahun ini.
Bendahara Negara itu menjelaskan, untuk kompensasi daya beli masyarakat yang tergerus di tengah pandemi, pemerintah telah menggelontorkan program bansos dengan total anggaran mencapai Rp 240 triliun.
Program tersebut antara lain, Program Keluarga Harapan (PKH) tambahan, peningkatan bantuan sembako, bansos Jabodetabek dan non Jabodetabek, hingga Kartu Prakerja.