GridStar.ID-Setiap negara pasti memiliki macam-macam peristiwa sejarah.
Begitu pula dengan Negeri kita, Indonesia.
Banyak sejarah besar negara kita, yang akhirnya membentuk Indonesia seperti saat ini.
Salah satunya adalah Gerakan 30 September 1965 Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).
Gerakan 30 September 1965 Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) masih teringat jelas bagi sejumlah orang.
Terutama mereka yang memang bermukim di kawasan Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur.
Lokasi tersebut tempat eksekusi, pembantaian dan saksi bisu kekejamanan PKI.
Sebanyak 7 jenderal atau dikenal dengan Pahlawan Revolusi meninggal dunia.
Ketujuh jenderal itu, di antaranya Jenderal TNI Ahmad Yani, Letnan Jenderal Anumerta Suprapto, Letnan Jenderal M.T. Haryono, Letnan Jenderal S Parman, Mayor Jenderal D.I. Panjaitan, Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, dan Kapten Pierre Tendean.
Yasin (70), menjadi satu diantara saksi mata keganasan PKI yang masih hidup hingga saat ini.
"Sebenarnya banyak yang lihat PKI dulu seperti apa," ujar Yasin kepada TribunJakarta.com, Senin (03/02).
"Tapi ya namanya sudah tua dan faktor usia banyak juga yang sudah meninggal."
"Di sekitar Lubang Buaya sisa teman saya kecil aja bisa dihitung," sambung Yasin.
Menurut Yasin, ketika PKI mengeksekusi para jenderal, perhatian masyarakat sekitar sempat dialihkan.
Semuanya bentuk pengalihan terbilang sudah terencana.
Sebab, jauh sebelum tragedi tersebut, tepat di Lubang Buaya dibuatkan pagelaran kesenian dan layar tancap.
"Pada masa itu kan tonton dan pasukan berpakaian tentara menjadi hal wajar yang kita lihat."
"Cuma kita enggak tahu kalau di tempat yang sekarang jadi Monumen Pancasila Sakti itu markasnya PKI juga."
"Pokoknya yang saya ingat di lokasi itu ramai terus," sambungnya.
Adanya layar tancap dan pagelaran reog tiap malam hingga pagi tak menimbulkan kecurigaan sama sekali.
Sampai akhirnya terbongkar penemuan mayat 7 jenderal di dalam sebuah sumur.
"Nah dari situ baru sadar kalau pas waktu saya sama warga di sini nonton layar tancap dan reog."
"Itu di dalam tronton pasukan itu kemungkinan pada bawa mayat dan pahlawan."
"Soalnya ramai tuh tentara pakaian lengkap dan bawa senjata," ungkapnya.
Tak berselang lama terjadi penggeledahan besar-besaran.
Rumah orangtua Yasin pun tak luput dari pemeriksaan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), cikal bakal Kopassus.
"Mereka mencari tahu apakah kita bagian dari PKI atau bukan."
"Habis rumah bapak saya, Namat diberantakin. Apa aja diperiksain. Semua rumah diperiksa begitu," katanya.
Tepat di depan matanya, Yasin melihat banyak sekali orang berlarian.
"Pas lagi digeladah itu banyak tuh yang lari, kabur lah istilahnya. Mereka yang lari itu yang tergabung dalam PKI."
"Mereka lari sudah pakai baju biasa. Jadi saat itu suasananya mencekam."
"Di satu sisi banyak orang berlarian depan saya, di sisi lain rumah saya ikut digeledah," jelasnya.
Yasin makin diselimuti ketakutan ketika para RPKAD menemukan banyak senjata disembunyikan di salah satu rumah temannya.
"Saya lihat sendiri di rumah teman saya jadi tempat penyimpanan senjata."
"Seingat saya dia itu kayak ketempatan aja, tapi enggak ngerti itu milik siapa".
"Dulu bajunya tentara juga, kalau kita enggak paham bedanya di mana, ya enggak tahu bedanya PKI sama RPKAD."
Baca Juga: Paskah 2020: Sejarah Penyaliban Yesus yang Dikenal sebagai Jumat Agung
"Akhirnya dia ditangkap kan tapi sudah dibebaskan. Orangnya tapi sudah meninggal," jelasnya.
Dijanjikan Hidup Enak
Sejumlah orang diceritakan Yasin sempat terhasut dan bergabung dalam PKI.
Hal ini lantaran ajakan PKI saat itu begitu memikat.
"Dulu tuh orang-orang hidupnya susah. Nah yang kehasut PKI itu karena iming-imingnya kuat."
"Jadi kita dijanjikan hidup enak," katanya.
Kehidupan yang enak dijelaskan Yasin seperti setiap hari disajikan makanan berupa daging.
Baca Juga: Dokter Boyke Menganalisis Reynhard Sinaga, Biseksual yang juga Tertarik pada Perempuan
Tak hanya daging, kebutuhan gizi 4 sehat 5 sempurna secara cuma-cuma ditanggung oleh para pemimpin PKI.
"Kalau iming-imingnya seperti itu, siapa yang enggak mau."
"Meskipun mereka enggak ngerti tapi kan tertarik sama makan yang terjamin," katanya.
Baca Juga: WNI Menjadi Pelaku Kasus Pemerkosaan Terbesar dalam Sejarah Hukum Inggris
Yasin berharap kejadian serupa tak terulang kembali.
Ia menginginkan kehidupan yang damai dan jauh dari kekejaman partai komunis. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul "Cerita Yasin, Saksi Hidup Kejamnya G30S/PKI, Perhatian Warga Dialihkan saat 7 Jenderal Dibantai"