GridStar.ID – Jasa tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 memang tak ternilai.
Seperti yang dialami salah seorang perawat, yang menangani pasien Covid-19 sejak awal pandemi.
Lelaki ini bahkan sempat menjalani isolasi mandiri di rumah, karena sempat merasa ada gejala Covid-19 di tubuhnya.
Tak cuma itu, dia pun terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena program efisiensi dari rumah sakit.
Seperti dilansir dari Kompas.com, memang cukup menggambarkan bahwa perjuangan tenaga medis yang jadi garda terdepan merawat pasien Covid-19 bukan perkara mudah.
Mereka harus merawat pasien sekaligus menjaga dirinya sendiri agar keluarga di rumah tidak tertular.
Seperti itulah yang dialami Shoddiq, seorang perawat di salah satu rumah sakit kawasan Ciputat, Tangerang Selatan.
Dia sudah berhadapan dengan pasien Covid-19 sejak awal pandemi terjadi di Indonesia . Saat itu, dia ditugaskan di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Shoddiq mengalami itu tak lama setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pasien terkonfirmasi pertama di Depok, Jawa Barat, awal Maret 2020 lalu.
"Saat masuk belum tahu kalau itu pasien terkonfirmasi. Setelah tes swab, hasilnya positif. Mau kirim ke rumah sakit rujukan penuh, akhirnya dipindah ke ruang isolasi," ujar Shoddiq saat dihubungi, Selasa (25/8).
Warga Ciputat, Tangerang Selatan itu mengaku saat itu terkejut dan takut. Namun, dia sadar merawat pasien menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
Beruntung setelah ada pengumuman pasien pertama di Indonesia, Shoddiq dan sejumlah tenaga medis lain sudah dilengkapi alat pelindung diri (APD).
"Sudah pakai alat pelindung diri lengkap, hazmat dan sebagainya. Hanya saja, saat itu perawat yang sudah menangani pasien itu harus mengurus juga di ruang isolasi, bukan perawat lain," kata Shoddiq.
Saat itulah, Shoddiq mengorbankan waktu untuk menangani pasien itu. Dia wajib menggunakan APD hingga berjam-jam, karena harus memeriksa kondisi pasien lebih dari tiga kali di ruang isolasi.
Sesak dan pengap harus ditahannya selama mengenakan APD.
"Paling tidak itu tujuh jam saya bisa gantian. Itu berlangsung selama dua hari saya merawat pasien, mulai ganti infus dan lainnya. Kalau makan ada satu keluarga pasien yang menunggu," ucapnya.
Setelah dua hari menjalani perawatan, pasien terkonfirmasi Covid-19 itu meninggal dunia. Kondisi pasien saat itu memiliki penyakit penyerta.
"Pasien itu memang memiliki penyakit lain atau penyerta sebelumnya," kata Shoddiq.
Setelah menjalani tugas, Shoddiq ingin melepas kerinduan dengan keluarga. Namun, dia sadar bisa saja menjadi orang tanpa gejala.
Meski sudah menjalani medical check up (MCU), Shoddiq tetap menjalani isolasi mandiri di kamar rumah.
Namun, 14 hari kemudian, Shoddiq mulai merasakan gejala yang mengarah Covid-19. Salah satu yang paling dirasakan hilangnya indera penciuman.
"Memang saat merawat, saya baru sembuh dari tipes. Mungkin imun tubuh saat itu sedang turun. Saat itu saya swab, hasilnya negatif. Keluarga sedih. Menangis. Ibu, istri dan anak saya minta untuk tinggal di rumah abang ipar," ucapnya.
Hari demi hari Shoddiq menjalani kehidupan sendiri. Untuk makan, dia dibawakan oleh istri yang diletakkan di depan pintu kamar.
Belum lagi Shoddiq dipandang sebelah mata oleh tetangga, yang mengetahui kondisinya setelah ada pendataan.
"Saat itu memang ada pendataan dari Ketua RT. Dari situ pada tahu. Mereka ketakutan dan pergi. Saat itu saya konsumsi vitamin, makan yang sehat seperti buah dan sayur," ucapnya.
Setelah kondisi dirasakan berbeda dari sebelumnya, Shoddiq kembali menjalani swab bersama orangtua, istri, dan anaknya.
Hasilnya membuat Shoddiq dan keluarga tak berhenti mengucap rasa syukur. Mereka dinyatakan negatif Covid-19.
"Hasil itulah (buat mengembalikan kepercayaan tetangga). Sampai saat ini saya sudah lima kali menjalai swab," katanya.
Kendati demikan, perjuangan Shoddiq bukan saja merawat pasien dan melawan penyakit Covid-19 saja.
Dia harus mencari pekerjaan setelah terkena pemutusan hubungan kerja karena program efisiensi rumah sakit.
Shoddiq mengakui, setelah adanya pasien Covid-19 ruang IGD, rumah sakit itu harus ditutup sementara untuk sterilisasi. Pelayanan berjalan hanya untuk poliklinik.
"Saat itulah rumah sakit sepi, kemudian ada pengurangan. Saya terkena efisiensi. Tapi alhamdulillah sekarang saya sudah bekerja lagi di puskesmas," ucapnya.
Kini, Shoddiq berpesan agar masyarakat benar-benar mematuhi protokol kesehatan agar tidak terinfeksi Covid-19.
"Pesan dari saya untuk masyarakat jaga kebersihan, wajib menggunakan masker, belajar pola hidup sehat dan makan bergizi dan minum vitamin," tutupnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Cerita Perawat Tangani Pasien Covid-19 Ketika Awal Pandemi Terjadi.(*)