GridaStar.ID-Virus corona atau yang juga dikenal sebagai Covid-19 saat ini menjadi momok yang mengerikan bagi dunia.
Virus yang digadang-gadang berawal dari pasar hewan liar di Kota Wuhan, China ini tercatat telah menginfeksi lebih 200 negara di berbagai belahan dunia.
Tercatat lebih dari 2 juta kasus terkonfirmasi positif covid-19.
Sedangkan angka kematian mencapai 157.970.
Termasuk di tanah air kita, Indonesia yang semakin hari terus mengalami jumlah peningkatan kasus.
Seperti yang dilansir dari situs covid19.go.id, tercatat 6760 kasus positif virus corona terkonfirmasi.
Angka kematian mencapai 590, dan kesembuhan tercatat mencapai 747.
Dikutip dari SajianSedap.com, Presiden Jokowi akhirnya mengungkap perkiraan kapan virus Corona atau covid-19 hilang dari Indonesia dan situasi kembali normal.
Presiden Jokowi optimis penyebaran virus Corona di Indonesia sudah mulai landai bulan Juli 2020.
Jokowi memperkirakan, Puncak pandemi covid-19 akan terjadi bulan Mei 2020.
Hal tersebut disampaikan Jokowi saat diwawancara oleh Najwa Shihab dalam tayangan Mata Najwa Jokowi Diuji Pandemi, Rabu (22/04).
Najwa Shihab mendapat kesempatan untuk wawancara Presiden Jokowi secara eksklusif di Istana Merdeka pada Selasa (21/04)Indonesia bisa kembali normal.
Prediksi Berakhirnya Virus Corona
"Kapan bapak lihat Indonesia akan bisa kembali normal pak ?
"Apakah sudah ada skenario yang disiapkan,"
"Prediksi kapan kita bisa kembali normal dan apa yang perlu kita lakukan untuk memastikan itu terjadi lebih cepat ," tanya Najwa Shihab ke Jokowi.
Jokowi mengatakan setiap harinya ia menerima hitungan soal Puncak pandemi covid-19.
Hitungan yang diterima Jokowi berbeda-beda.
"Mba Nana, setiap hari masuk ke saya hitungan kapan Puncaknya dan kapan akan turun, dengan hitungan model hitungan matematis yang berbeda,"
"Ada yang menyampaikan disitu minggu kedua April sudah Puncak, kemudian akan turun, ada yang meyampaikan minggu terakhir April,"
"Ada yang mengatakan awal Mei, ada yang mengatakan pertengah Mei, ada yang mengatakan akhir Mei, ada yang mengatakan Juni, berbeda semua,"kata Jokowi.
Jokowi menekankan virus Corona ini merupakan hal yang baru.
Sehingga perhitungannya pun bisa dilakukan dengan cara yang berbeda-beda.
"sekali lagi virus Corona ini barang baru, covid ini barang baru yang hitungannya menurut saya bisa dihitung dengan cara berbeda dengan hasil berbeda," kata Jokowi.
Meski demikian, Presiden Jokowi optimis pada bulan Juli 2020 nanti, penyebaran virus Corona di Indonesia akan menurun.
"kalau ditanya ke saya, saya ingin optimis Juli sudah masuk pada posisi ringan,
sehingga Puncaknya kita harapkan bulan Mei, kemudian turun landay," kata Jokowi.
Namun harapan tersebut, kata Jokowi, hanya bisa tercapai bila masyarakat bisa disiplin mengikuti anjuran pemerintah.
"tetap dengan catatan masyarakat memiliki kedisiplinan yang kuat, itu, kuncinya disitu," kata Jokowi.
Jokowi kembali mengimbau agar masyarakat Indonesia mematuhi anjuran yang telah diberikan oleh Pemerintah.
Mulai dari cuci tangan, menggunakan masker hingga menjauhi kerumunan.
"disiplin yang kuat, kalau berulang saya sampaikan, cuci tangan, pakai masker, jaga jarak dalam berinteraksi dan berhubuhngan serta jauhi kerumumnan,"
"Ini penting, dengan disiplin yang kuat tadi yang kita ingin insallah bisa kita lalui pandemi ini," kata Jokowi.
Prediksi Pakar
Melansir Kompas.com, Prediksi periode Puncak pandemi virus Corona di Indonesia disebutkan akan dimulai pada awal Mei dan berakhir sekitar awal Juni.
Keterangan ini disampaikan oleh Ketua Tim Pakar Gugus Percepatan Penanganan covid-19 di Indonesia Wiku Adisasmito dalam konferensi pers pada 16 April lalu melalui akun Youtube Sekretariat Presiden.
Prediksi ini dikumpulkan dari penelitian yang dilakukan oleh berbagai pihak.
"Kami telah mereview dan mengombinasikan seluruh prediksi, Puncak pandemi akan dimulai pada awal Mei dan berakhir sekitar awal Juni," tutur Wiku.
Adapun jumlah kumulatif kasus pada awal periode Puncak yakni Mei diperkirakan sekitar 95.000 kasus.
Sedangkan pada Juni dan Juli, kasus kumulatif yang dikonfirmasi diperkirakan berjumlah sekitar 106.000 kasus.
"Namun, angka proyeksi tersebut bukan angka rigid."
"Kami melakukan upaya kolektif untuk memastikan prediksi tetaplah prediksi dan angka nyata akan menjadi lebih rendah dari prediksi tersebut,"tambah Wiku. (*)