GridStar.ID - Menteri Kesehatan, Terawan dan Najwa Shihab ramai menjadi perbincangan hingga menjadi trending pada Selasa (29/09).
Hal ini berawal dari sebuah video yang menampilkan Najwa Shihab yang melakukan wawancara kursi kosong.
Kursi tersebut mewakili ketidakhadiran Meteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Di media sosial twitter, kata kunci Terawan, Mba Nana, dan #Menkes masuk dalam daftar trending topik pada Selasa (29/09).
Kata "Terawan" hingga pukul 12.35 dicuitkan sebanyak 88.800 kali, sementara "Mba Nana" sebanyak 25.300 kali.
Diberitakan Kompas.com, Selasa (29/09) Najwa telah berulang kali mengirim undangan kepada Terawan untuk hadir di acara yang ia pandu, yakni "Mata Najwa".
Namun, Terawan belum pernah sekalipun memenuhi undangan tersebut, hingga Najwa membuat satu acara edisi khusus yang berjudul "Menanti Terawan".
Menurut Najwa, kehadiran Menteri Kesehatan Terawan sangat diperlukan untuk memberi penjelasan kepada publik terkait situasi pandemi Covid-19 di Indonesia.
Dia menilai, publik berhak mengetahui apa yang telah, sedang atau akan terjadi terkait pandemi Covid-19 ini.
Najwa juga mengaku mendapat banyak titipan pertanyaan dari masyarakat untuk Terawan.
Pertanyaan-pertanyaan itu, akhirnya tidak bisa dijawab langsung oleh Terawan, dan hanya didengar oleh kursi kosong.
Memaknai wawancara kursi kosong
Menanggapi hal itu, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UGM Wisnu Prasetya Utomo mengatakan, wawancara kursi kosong bukanlah hal baru di luar negeri, namun baru kali ini dilakukan di Indonesia.
"Ini konteksnya tidak hanya Najwa kemarin. Sebenarnya, wawancara kursi kosong itu kan, kalau bicara pemaknaan, ya dia sebenarnya sedang bicara tentang transparansi dan pertanggungjawaban dari seorang tokoh publik atau pejabat publik," kata Wisnu saat dihubungi Kompas.com, Senin (29/09).
Menurut Wisnu, seorang pejabat publik yang tidak hadir ketika dimintai wawancara oleh media, bisa menimbulkan kesan tidak transparan.
"Kalau kita merujuk ke UU Pers di Indonesia, narasumber itu selalu punya hak tolak untuk diwawancara. Tetapi kemudian, media juga punya hak untuk bagaimana mengolah hak tolak itu," kata Wisnu.
Wisnu menyebut, wawancara kursi kosong sah untuk dilakukan.
Walaupun, dia menyebut bahwa hal itu tidak bisa dikategorikan sebagai sebuah produk jurnalistik.
"Wawancara seperti itu tidak bisa dibilang produk jurnalistik. Karena memang tidak ada orangnya, bagaimana kita bisa menyebut itu sebagai produk jurnalistik? Tetapi, dia bisa disebut sebagai sarkasme," kata Wisnu.
Menurut Wisnu, sarkasme selalu memiliki pesan yang ingin disampaikan.
Dia menyebut, dalam kasus wawancara kursi kosong yang ingin ditonjolkan bukanlah wawancaranya, melainkan kesempatan bagi pejabat publik untuk membuktikan transparansinya.
Publik berhak tahu
Wisnu mengatakan, sejak awal pandemi Covid-19 banyak pejabat publik di Indonesia yang melakukan blunder dalam komunikasi kepada publik.
Hal tersebut semestinya diperbaiki.
"Karena buat saya begini, kemungkin seorang pejabat publik datang atau tidak datang dalam wawancara media, itu seringkali juga tidak ada jaminan itu menjawab persoalan," kata Wisnu.
Namun, Wisnu mengatakan bahwa publik berhak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Indonesia.
Menurutnya, publik berhak menuntut pertanggungjawaban dari orang yang memiliki wewenang.
"Buat saya memperbaiki komunikasi publik itu perkara transparansi, dan tidak meremehkan kondisi pandemi. Prinsipnya begini, tidak ada kewajiban pemerintah untuk menjawab pertanyaan media atau datang di satu tayangan TV tertentu," kata Wisnu.
"Tetapi adalah kewajiban pemerintah untuk mempertanggungjawabkan secara transparan kebijakan-kebijakan yang diambil dan melakukan komunikasi ke publik dengan baik," imbuhnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judulMenteri Kesehatan Terawan Tak Hadir, Najwa Shihab Tanyai Kursi Kosong, Apa Maknanya?