GridStar.ID-Sosok Syekh Puji kembali menuai sorotan publik karena menikahi anak di bawah umur.
Nama Syekh Puji dulu cukup dikenal masyarakat pada tahun 2008 silam.
Bukan karena prestasinya, tapi ia menikahi anak berusia 12 tahun bernama Lutfiana Ulfa.
Kali ini ia kembali membuat kontroversi dengan menikahi anak berusia 7 tahun.
Pemilik Pondok Pesantren Miftahul Jannah Pudjiono, Bedono, Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang memiliki nama lebgkap Pujiono Cahyo Widiyanto itu pun dilaporkan ke polisi.
Anak berusia 7 tahun yang dinikahi siri oleh Syekh Puji itu berinisial D, warga Grabag, Magelang.
Melansir Tribun-Medan.com, setelah penyelidikan berbulan-bulan, kasus pelaporan Pujiono Cahyo Widiyanto alias Syekh Puji ke Polda Jawa Tengah kini berakhir.
Jauh hari, pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Jannah, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, itu mengungkap kenapa dirinya jadi target pelaporan.
Tepatnya akhir 2019 silam, Syekh Puji kembali dilaporkan karena menikahi siri anak 7 tahun. Pelapornya kali ini Komnas Perlindungan Anak Jawa Tengah.
Beberapa bulan setelah pelaporan itu, Syekh Puji memastikan kabar dirinya menikahi anak di bawah umur hanya omong kosong dan tidak benar.
"Tidak benar saya telah menikah dengan anak di bawah umur berusia 7 tahun," ucap Syekh Puji dalam keterangan surat yang ditekennya pada Kamis (02/04).
Ia malah mengungkap ada skenario salah satu anggota keluarga yang meminta uang Rp 35 miliar jika kabar ini tak ingin tersebar ke publik.
"Permintaan uang tersebut dilakukan oleh beberapa anggota keluarga saya. Kemudian saya diadukan ke Polda Jawa Tengah karena menolak memberikan uang yang diminta," ucap Syekh Puji.
Menurut Syekh Puji, ada anggota keluarga yang mengancam akan memberitakan dirinya menikah lagi jika menolak memberikan uang tutup mulut sebesar Rp 35 miliar.
"Berita tentang saya menikah lagi dengan anak di bawah umur berusia 7 tahun dipastikan akan viral karena info yang bersumber dari salah satu keluarga besar saya pasti akan dipercaya," tutur dia.
Ancaman tersebut ternyata tak mempan, sehingga 3 anggota keluarga Syekh Puji di kemudian hari mengadu ke Komnas Perlindungan Anak Provinsi Jawa Tengah.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Jawa Tengah, Endar Susilo, mengatakan 3 orang yang mengadu adalah anggota keluarga Syekh Puji, yakni Joko Lelono.
Dua lainnya adalah keponakan Syekh Puji, yakni Wahyu dan Apri Cahyo Widianto.
Menurut Endar, Apri bahkan mengaku menjadi saksi pernikahan siri Syekh Puji dengan D, anak 7 tahun asal Kecamatan Grabag, Magelang, Jawa Tengah.
Awalnya, Apri diundang Syekh Puji melalui telepon dan diminta datang menjadi salah satu saksi pernikahan siri pamannya itu dengan D tengah malam.
"Setelah acara pernikahan siri yang dimulai tengah malam sekitar pukul 24.00 WIB, Syekh Puji menyuruh D duduk di pangkuannya kemudian dicumbui oleh Syekh Puji dengan disaksikan oleh Apri dan beberapa saksi yang lain," cerita Endar menyitir pengakuan Apri.
"Lantas, menjelang Subuh Apri pulang dan tidak tahu lagi apa yang dilakukan oleh pasangan pengantin baru tersebut," Endar menambahkan.
Endar mengaku telah menemui dua saksi pernikahan siri lainnya serta ibu korban. Semua saksi mengakui pernikahan siri Syekh Puji dengan D dini hari itu.
"(Saksi) melihat tindakan pencabulan terhadap D yang dilakukan oleh Syekh Puji di pondok dan kediaman Syekh Puji usai pernikahan siri itu," kata Endar.
Berbekal keterangan para saksi, Komnas Perlindungan Anak Jawa Tengah tak hanya melaporkan Syekh Puji, tapi juga E dan I, ibu dan kakak kandung D, dan MH yang menikahkan Syekh Puji dengan D.
"Status ketiga orang tersebut sepenuhnya menjadi ranah penyidik," kata Endar ditemui di ruang kerjanya oleh Kompas.com pada Jumat (03/04).
"Tapi yang harus menjadi perhatian adalah orangtua korban. Anak ini kan, sudah yatim jadi dia sepenuhnya menjadi tanggung jawab ibu," imbuh dia.
Menurut Endar, penyidik perlu memeriksa secara mendalam ibu sang bocah.
"Dari pemeriksaan tersebut akan diketahui posisi ibu korban, apakah memberi izin anaknya untuk dinikahi, dijanjikan keadaan lebih baik dalam ekonomi, mengikhlaskan atau kesengajaan," jelasnya.
Polisi Hentikan Kasus
Dalam kasus ini, polisi turut memeriksa Syekh Puji dan putranya sebagai saksi pada 6 April 2020.
Pada akhirnya setelah penyelidikan berbulan-bulan, polisi menghentikan kasus pernikahan anak di bawah umur karena tak menemukan bukti yang kuat.
Dari total 18 saksi pelapor yang telah memberikan keterangan, hanya 1 saksi Apri yang menyatakan Syekh Puji menikahi D.
"Sementara ini dalam kasus yang diadukan oleh pelapor tidak ada barang buktinya yang kuat," ucap Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jateng AKBP Sunarno saat gelar perkara di Mapolda Jateng, Kamis (16/07).
"Jadi hanya satu keterangan saksi. Satu saksi itu tidak ada kepastian hukum, untuk itu penyelidikan kita hentikan. Namun, tak menutup kemungkinan jika ada bukti baru kita akan membuka kembali," imbuh dia.
Berdasarkan pemeriksaan alat bukti berupa dua flashdisk berisi rekaman suara pelapor Endar dengan ibu korban, tak ada yang menyatakan D dengan Syekh Puji telah menikah siri.
"Ada dua flashdisk, pertama, rekaman testimoni Endar, berisi testimoni klarifikasi Endar soal langkah-langkah yang dilakukan menemui ibu Endang (ibu kandung korban). Kedua, berisi percakapan bersama Ibu Endang (ibu kandung korban). Tapi, tidak ada pernyataan soal adanya pernikahan," tutur Sunarno.
Selain itu, 18 saksi dari pelapor juga telah memberikan keterangan, tetapi tidak ada yang menyatakan telah terjadi pernikahan antara Syekh Puji dan korban.
Para saksi tersebut salah satunya Apri yang mengakui pernah terjadi pernikahan siri antara Syekh Puji dan D pada tahun 2016.
Waktu itu D masih berusia 7 tahun dan sekarang sudah beranjak 10 tahun.
"Kita juga sudah melakukan konfrontir terhadap saksi Apri dengan saksi-saksi yang disebutkan oleh Apri, tapi tidak juga membuktikan pernikahan itu ada," ucap dia.
Polisi telah mendapatkan hasil pemeriksaan visum dari dokter ahli yang menyatakan bahwa tidak ada bukti kekerasan terhadap D.
Saat divisum di Rumah Sakit Tidar, D didampingi Dinsos Kota Magelang.
"Bahwa selaput dara dari korban tidak ditemukan bukti kekerasan. Jadi kemungkinan adanya pencabulan atau persetubuhan telah gugur," ungkap Sunarno.
Sementara itu, kondisi D tidak menunjukkan gangguan psikis seperti perubahan perilaku atau sosial.
Kondisi ekonomi keluarga juga masih normal dan berkecukupan tidak ditemukan fakta eksploitasi ekonomi seperti kabar yang beredar.
Menurut Sunarno, perkembangan D pun masih normal seperti anak seusianya tidak ada gangguan perilaku atau sosial.
"Kita melihat keluarganya hidupnya masih tahap wajar tidak ada bukti peningkatan ekonomi. Kemungkinan adanya eksploitasi ekonomi juga dianggap jadi gugur," beber dia.
Jadi, penghentian ini lantaran tidak ada alat bukti yang memadai.
"Untuk memberikan kepastian hukum, penyelidikan kami hentikan," ujar Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jateng, AKBP Sunarno dalam jumpa pers di Mapolda Jateng, Kamis (16/07). (*)