Lebih Mematikan dari Covid-19, Ganasnya Wabah Flu Spanyol 1918: Menginfeksi Sepertiga Penduduk Bumi dan Tewaskan 50 Juta Nyawa

Kamis, 30 April 2020 | 22:30
Kompas.com

Lebih Mematikan dari Covid-19, Ganasnya Wabah Flu Spanyol 1918: Menginfeksi Sepertiga Penduduk Bumi dan Tewaskan 50 Juta Nyawa

GridStar.ID -Sudah lebih dari tiga bulan ke belakang virus corona menjadi momok yang mengerikan bagi masyarakat dunia.

Virus yang juga dikenal dengan nama Covid-19 ini telah menginfeksi lebih dari 200 negara.

Akan tetapi, wabah corona ini kemungkinan akan membuat kita menyadari adanya virus mematikan yang melanda dunia di permulaan abad ke-20, jika Anda belum pernah mendengar pandemi flu Spanyol sebelumnya.

Baca Juga: Seolah Pertanda Berakhirnya Wabah Corona, Arab Saudi Akhirnya akan Buka Kembali Masjid Nabawi dan Masjidil Haram Setelah Sebulan Terapkan Lockdown

Mengutip dari Tribun Manado, wabah flu Spanyol menewaskan 40 sampai 50 juta orang dalam dua tahun, antara tahun 1918 dan 1920.

Para peneliti dan sejarawan meyakini sepertiga penduduk dunia, yang saat itu berjumlah sekitar 1,8 miliar orang, terkena penyakit tersebut.

Dalam riset jurnalis BBC World Service Fernando Duarte ketika menyusun tulisan ini, flu Spanyol tercatat menewaskan lebih banyak orang daripada Perang Dunia I.

Baca Juga: Menyayat Hati! Pikul Tanggung Jawab Jadi Kepala Keluarga, Ini Curahan Hati Pilu Pria Paruh Baya yang 40 Tahun Kerja Sebagai Petugas Kebersihan di Tengah Virus Corona Demi Sesuap Nasi

Kini, ketika dunia tengah bergulat dengan krisis Covid-19, coba kita lihat kembali pandemi flu Spanyol, pandemi paling akhir yang membuat dunia lumpuh- seperti apa kondisi dunia setelah pandemi itu berakhir?

1921, dunia yang sangat berbeda

Kompas.com

Wabah flu Spanyol 1918

Sudah pasti banyak hal yang berubah dalam 100 tahun.

Kedokteran dan ilmu pengetahuan saat itu lebih banyak memiliki keterbatasan dibandingkan saat ini dalam mengatasi penyakit.

Baca Juga: Beribadah di Rumah Dianjurkan Demi Cegah Persebaran Wabah Virus Corona, Kini Masjid di Negara Ini Jadi Tempat Penyimpanan Jenazah Covid-19 Akibat Membludaknya Kasus Kematian

Para dokter mengetahui mikroorganisme sebagai penyebab flu Spanyol dan penyakit dapat ditransmisikan antar manusia, tetapi mereka masih memandang penyebabnya adalah bakteri, bukan virus.

Pengobatan yang tersedia juga terbatas. Antibiotik pertama dunia misalnya, baru ditemukan pada tahun 1928.

Vaksin flu pertama baru beredar untuk umum di tahun 1940-an.

Baca Juga: Lantaran Ulah Ngeyel Manusia, Denny Darko Ungkap Penerawangan Mengejutkannya Soal Gelombang 3 Wabah Covid-19, Ada Apa?

Sistem perawatan kesehatan universal belum ada. Bahkan di negara-negara kaya, sanitasi umum masih merupakan suatu kemewahan.

"Di negara-negara industri, sebagian besar dokter bekerja untuk diri mereka sendiri atau didanai oleh badan amal atau lembaga keagamaan, dan banyak orang tidak memiliki akses sama sekali," kata Laura Spinney, penulis sains dan penulis buku 'Pale Rider: The Spanish Flu of 1918 and How it Changed the World'.

Lebih muda dan lebih miskin

Flu Spanyol menyerang dalam cara yang belum pernah disaksikan sebelumnya terkait dengan wabah flu, misalnya jika dibandingkan dengan pandemi 1889-1890 yang membuat lebih satu juta orang meninggal di dunia.

Baca Juga: Tak Ada Lagi Kapal yang Berlalu-lalang Akibat Wabah Corona, Sekawanan Lumba-lumba Tampak Berenang Bebas di Selat Bosphorus Turki

Korban terparah pada kelompok umur 20 sampai 40 tahun. Pria juga lebih banyak yang menjadi korban.

Penyakit ini juga lebih menyerang negara-negara miskin.

Kajian tahun 2020 yang dilakukan seorang peneliti Harvard University, Frank Barro memperkirakan sekitar 0,5% penduduk AS meninggal, sementara di India 5,2% penduduknya meninggal.

Baca Juga: Jadi Negara Tertinggi Wabah Covid-19 di Dunia, Baru-baru Ini Tercatat Kasus Keracunan di AS Meningkat Usai Donald Trump Sebut Suntik Disinfektan Bisa Lawan Corona

Wanita pekerja

Kompas.com

Wabah flu Spanyol 1918

Wabah flu Spanyol tidak mengubah masyarakat secara besar-besaran, tetapi pandemi ini tetap mengguncang keseimbangan gender di sejumlah negara.

Peneliti Texas A&M University, Christine Blackburn menemukan kekurangan tenaga kerja di AS membuka jalan bagi kaum perempuan.

Pada tahun 1920, Kongres meratifikasi Amendemen ke-19 yang memberikan hak pilih kepada perempuan AS.

Baca Juga: Tak Ada Korban Meninggal Dunia, Terungkap Taktik Cerdik Pemerintah Vietnam Berhasil Taklukan Wabah Virus Corona!

Para pekerja juga diuntungkan dengan peningkatan upah karena kelangkaan tenaga kerja.

Di AS, upah di sektor manufaktur melonjak dari 21 sen per jam di tahun 1915, menjadi 56 sen di tahun 1920.

Warisan negatif bagi generasi baru

Para peneliti juga meneliti bayi-bayi yang dilahirkan saat flu Spanyol mewabah, untuk mengetahui apakah mereka cenderung mengalami penyakit jantung dibandingkan anak-anak yang dilahirkan sebelum atau setelah pandemi.

Baca Juga: Pemerintah Pontang-panting Atasi Wabah Corona yang Renggut Ratusan Nyawa di Indonesia, Joko Widodo Minta Masyarakat Terapkan Terobosan Baru Ini!

Analisa di Inggris dan Brasil menunjukkan bayi-bayi yang lahir pada tahun 1918-1919 lebih kecil kemungkinan mendapatkan pekerjaan atau berpendidikan universitas.

Sejumlah teori mengisyaratkan stres yang dialami para ibu karena pandemi memengaruhi pertumbuhan janin.

Data pendaftaran calon anggota militer AS menunjukkan pria yang dilahirkan pada tahun 1919, lebih pendek 1 mm dibandingkan laki-laki yang dilahirkan dari tahun 1916 sampai 1922 lainnya.

Baca Juga: Namanya Jadi Kambing Hitam Soal Wabah Virus Corona, Bill Gates Akhirnya Buka Suara Analisisnya Tentang Covid-19

Perasaan anti-penjajahan dan kerja sama internasional

Kompas.com

Wabah flu Spanyol 1918

Pada tahun 1918, India sudah lebih seratus tahun dijajah Inggris.

Flu Spanyol melanda negara itu pada bulan Mei 1918. Warga India lebih terkena pengaruh buruk dibandingkan penduduk Inggris.

Tingkat kematian kasta rendah Hindu adalah 61,6 per 1.000 orang, sementara di antara penduduk Eropa adalah kurang dari 9 orang per 1.000.

Baca Juga: Peringatan Ki Kusumo Soal Wabah Virus Corona, Singgung Betara Kala: Peristiwa yang Berkaitan Alam Itu Ada yang Ngatur!

Kelompok nasionalis India, di mana Mahatma Gandhi termasuk di dalamnya, menggunakan persepsi yang muncul bahwa penjajah Inggris telah melakukan kesalahan dalam menangani krisis.

Wabah ini juga mengedepankan pentingnya kerja sama internasional, meskipun dunia masih menghadapi masalah geopolitik pasca Perang Dunia I.

Tahun 1923, League of Nations, badan multilateral sebelum PBB, meluncurkan Health Organisation.

Baca Juga: Gara-Gara Wabah Virus Corona, Artis Senior Ini Merugi Miliaran Rupiah Usai Usaha Travelnya Ditutup Sementara, 200 Jamaah Umroh Tak Jadi Berangkat: Kita Mau Memuliakan Tamu Allah

Ini adalah badan teknis yang menciptakan sistem pengawasan baru epidemi dunia, yang dijalankan ahli kesehatan dan bukannya para diplomat.

World Health Organization (WHO) baru didirikan pada tahun 1948.

Kemajuan kesehatan masyarakat

Kerusakan akibat wabah memicu kemajuan kesehatan masyarakat, terutama terkait dengan perkembangan kedokteran kemasyarakatan.

Baca Juga: Viral! Pria Ini Kaget Setengah Mati Lihat Foto Selfinya Sendiri Berlatar Belakang Sungai Musi Palemban, Muncul Tulisan Lafaz Allah: Alam Berdzikir Meminta Wabah Corona Segera Berakhir!

Tahun 1920, Rusia menjadi negara pertama yang mendirikan sistem kesehatan umum terpadu.

Jennifer Cole, antropolog Royal Holloway University, London, mengatakan perang dan wabah menumbuhkan negara kesejahteraan di berbagai tempat di dunia.

“Konsep kesejahteraan negara berasal dari konteks ini, karena banyaknya jumlah janda, anak yatim piatu dan cacat,” katanya.

Baca Juga: Menyayat Hati, Tak Kuat Lihat Bayi dan Anaknya Kelaparan karena Kehilangan Nafkah Sejak Wabah Corona, Ibu Penjual Yogurt Nekat Akhiri Hidup dengan Gantung Diri

Saat itu karantina wilayah dan penjarakan sosial efektif

Kompas.com

Wabah flu Spanyol 1918

Ada sebuah cerita yang sangat terkenal mengenai dua kota, pada bulan September 1918, kota-kota di AS mengorganisir pawai untuk mempromosikan obligasi perang.

Dana hasil penjualannya akan dipakai untuk membantu perang yang sedang berlangsung.

Ketika flu Spanyol terjadi, Philadelphia tetap mengadakan pawai sementara St Louis memutuskan untuk membatalkannya.

Baca Juga: Belum Selesai Wabah Virus Corona, Peneliti Dunia Sebut Indonesia Kembali Harus Bersiap dengan Potensi Tsunami Besar yang Akan Mengguncang Dua Wilayah di Tanah Air, di Mana?

Sebulan kemudian, lebih dari 10.000 orang meninggal dunia di Philadelphia. Di St Louis warga yang meninggal di bawah angka 700 orang.

Perbedaan ini menjadi bahan studi kasus yang menyatakan langkah menjaga jarak sosial adalah sebuah strategi dalam mengatasi wabah.

Analisa pada beberapa kota AS di tahun 1918 memperlihatkan tingkat kematian yang lebih rendah pada tempat-tempat yang sejak dini melarang pertemuan umum, teater tertutup, sekolah dan gereja.

Baca Juga: Bukan Kabar Enak Didengar, Belum Usai Wabah Corona, PBB Beri Peringatan Akan Datangnya Bencana Ini di Seluruh Dunia, Sekarang Kita Harus Bertindak!

Tim ahli ekonomi Amerika yang menganalisa lockdown 1918 menemukan kota-kota yang menerapkan langkah lebih ketat mengalami perbaikan ekonomi yang lebih cepat setelah wabah.

Namun, pandemi ini diperkirakan telah menewaskan hampir 700.000 orang Amerika. Dan salah satu alasannya, menurut ekonom Universitas Harvard Robert Barro, karena lockdown dibuka terlalu cepat.

"Kebijakan yang berlaku biasanya berlangsung sekitar 4 minggu - dan kemudian dilonggarkan karena tekanan publik," katanya.

Baca Juga: Putra Bungsu Pangeran William Berulang Tahun di Tengah Wabah Corona, Potret Pangeran Louis yang Diambil Kate Middleton Semakin Mirip sang Kakak

Dia percaya hasilnya akan lebih baik jika kebijakan lockdown diberlakukan selama sekitar 12 minggu.

Pandemi yang dilupakan?

Terlepas dari berbagai pelajaran ini, flu Spanyol bisa dipandang sebagai sebuah pandemi yang dilupakan.

Sama seperti Covid-19, penyakit ini mengenai sejumlah orang terkenal: Presiden AS Woodrow Wilson dan PM Inggris Lloyd George jatuh sakit, sementara Presiden Brasil Rodrigues Alves meninggal.

Baca Juga: Wabah Corona Disebut Jadi Bencana Kemanusiaan Lantaran Ekonomi Ikut Terserang, PBB Sebut akan Datang Bencana Besar di Muka Bumi: Seperti Kisah Alkitab

Namun wabah ini tidak mendapatkan perhatian masyarakat sebesar perhatian pada Perang Dunia I. Ini karena sejumlah pemerintahan memang menyensor media yang melaporkan pengaruh pandemi saat perang.

Karena tidak banyak diliput, krisis ini juga nyaris hilang di buku-buku sejarah dan budaya populer.

Salah satu pengecualiannya adalah lukisan Edvard Munch, "Self-Portrait with the Spanish Flu", yang dilukis seniman Norwegia ini saat terkena wabah itu.

Baca Juga: Tak Terima Dituding sebagai Dalang Wabah Virus Corona yang Tersebar di Dunia, Bill Gates Geram: Jutaan Dollar Saya Keluarkan untuk Vaksin Covid-19!

Sejarawan kesehatan Mark Honigsbaum mengamati bahwa edisi 1924 Encyclopaedia Britannica "bahkan tidak menyebutkan pandemi flu Spanyol dalam ulasannya tentang 'tahun paling penting' di abad ke-20".

Sementara buku-buku sejarah pertama yang membahas wabah itu baru muncul sekitar tahun 1968.

Kini virus corona sudah pasti membuat sejumlah orang mengingat kembali flu Spanyol. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribun Manado dengan judul "50 Juta Orang Meninggal, Sepertiga Penduduk Bumi Terinfeksi, Ganasnya Pandemi Flu Spanyol 1918"

Editor : Yunus

Sumber : Tribun Manado

Baca Lainnya