GridStar.ID-Virus corona yang kini tengah mewabah di Indonesia, membuat warga semakin berhati-hati.
Meski masih banyak warga yang belum terlalu memperdulikan bahayanya covud-19.
Namun, tidak sedikit pula warga yang patuh dengan imbauan pemerintah dengan melakukan physical distancing guna memutus rantau penyebaran virus ini.
Melansir dari Tribun-Timur.com, viral, mahasiswi FTI UMI dan UIN Alauddin Makassar karantina mandiri di gubuk empang agar Virus Corona ( Covid-19 ) tak menular ke keluarga.
Kakak-adik, Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi (26) dan Tri Buana Lestari Sutandi (20), mahasiswi dari perguruan tinggi berbeda di Makassar, Sulawesi Selatan ( Sulsel ), punya cara sendiri memutus rantai penyebaran Virus Corona ( Covid-19 ).
Mereka melakukan karantina mandiri di sebuah gubuk di tengah empang atau tambak, di Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat (Sulbar).
Sudah 5 hari mereka memisahkan diri dari tempat publik, kerumunan, dan keluarga.
Senin (06/04) dini hari ini, memasuki hari keenam tinggal di gubuk yang jauh dari pemukiman warga.
Pengalaman mengarantina diri bersama dengan adik perempuannya pun dibagikan Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi melalui media sosial Facebook hingga viral.
"Kami bukan camping atau berwisata tapi kami adalah anak mahasiswi yang sedang pulang kampung tapi kami diisolasi ke gubuk empang, bagi yang sedang mudik sayangi keluarga anda, jangan terlena hanya karena rindu keluarga, jaga jarak dan isolasikan diri anda ini untuk kebahagiaan bersama, amin.
#Mudikcerdas#sayangikeluarga#jagajarak#socialdistancing#FTIumikeren#Mahasiswimakassar," demikian ditulis Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi sebagai status akunnya di Facebook, Kamis (02/04), hari kedua masa karantina.
Tulisan tersebut merupakan keterangan foto-fotonya di teras gubuk, di tempat karantina mandiri.
Dia tak sungkan untuk membagikannya di media sosial untuk kepentingan edukasi publik.
Karena Ayah
Keputusan untuk melakukan karantina mandiri di gubuk bermula ketika mereka memilih untuk pulang kampung di Mamuju Tengah, sebuah kabupaten berjarak sekitar 600-an km dari Makassar atau 160-an km dari Mamuju, ibu kota Sulbar.
Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi merupakan mahasiswi semester IV, angkatan tahun 2018, Prodi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri pada Universitas Muslim Indonesia ( FTI UMI ).
Sementara Tri Buana Lestari Sutandi merupakan mahasiswi semester VI, angkatan tahun 2017, Jurusan Ilmu Peternakan, Fakultas Sains dan Teknologi pada Universitas Islam Negeri atau UIN Alauddin.
Di Makassar, sejak pertengah Maret 2020, kampus meliburkan mahasiswanya dan kuliah diganti dari tatap muka di ruang kelas (offline) menjadi kuliah online demi mencegah penyebaran Covid-19.
Kawasan kampus pun di-lockdown
Setengah bulan pun kakak-adik itu tinggal berdiam diri di rumah kos, di Makassar.
Tak ke mana-mana agar tak tertular Virus Corona.
Di Makassar mereka kesulitan mendapatkan bahan makanan sebab banyak warung tutup.
Makassar adalah episentrum Virus Corona di Sulsel.
Hingga Minggu atau Ahad (05/04), sudah ada 82 orang pasien positif Covid-19 di Sulsel berdasarkan data dari laman covid19.sulselprov.go.id.
Dari 82 orang tersebut, 56 masih dirawat, 19 sembuh, dan 7 meninggal dunia.
Namun, data dari laman Kawal Covid-19, kawalcovid19.id, sudah ada 83 orang pasien positif.
Dari 83 orang tersebut, 9 sembuh dan 5 meninggal dunia.
Di Makassar, masih dari data laman covid19.sulselprov.go.id, sudah ada 54 orang pasien positif, 397 OdP (Orang dalam Pemantauan), dan 129 PdP (Pasien dalam Pengawasan).
Tingginya kasus Covid-19 di Makassar, kota dengan jumlah penduduk 1,5 juta (17 persen dari total penduduk Sulsel ), membuat mereka was-was.
Akhir bulan lalu, keduanya memutuskan mudik sekaligus menyambut Ramadhan 1441 H di kampung, di Desa Tappilina, Kecamatan Topoyo, Mamuju Tengah.
Sebenarnya mereka bukan berdarah Mamuju Tengah, namun berdarah asli Labbakkang, Kabupaten Pangkep, Sulsel.
Sebelum pulang, mereka dihubungi ayahnya jika saat tiba di Mamuju Tengah, tak langsung ke rumah.
"bapak bilang : nak kalian kalau sampai disini, Jangan sampai rumah nah, langsung saja terus di gubuk Empang nah, karantina mandiri Ki nah nak yah 14 hari, itu kata bapak," tulis Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi dilinimasa akun Facebook-nya.
Mereka khawatir membawa Virus Corona dari Makassar dan menularkannya kepada keluarga dan tetangga di Tappilina.
"Saya sudah bilang kepada orang tua sebelum pulang, saya ndak ke rumah dulu, mau karantina 14 hari," tutur Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi kepada Tribun-Timur.com via sambungan telepon.
Ayahnya, Sultan sekaligus Kepala Desa Tappilina mengiyakan.
Sang ayah sekaligus kepala pemerintahan desa paham apa yang harus dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
"Kami karantina mandiri bukan karena kami punya gejala atau sakit, tapi kami lakukan karantina mandiri di gubuk empang yang jauh dari pemukiman karena kami dari tempat yang sudah ada terinfeksi virus Corona, selama dimakassar kami juga melakukan social Distancing jadi sebenarnya kami tidak punya masalah dgn covid, kami lakukan ini karena kami sayang keluarga, dan semuanya," tulis Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi di akun Facebooknya, Ahad tengah malam sambil menanti matanya terlelap.
Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi tak kaget ketika diminta mengisolasi diri di alam bebas sebab dirinya sudah terbiasa beraktivitas di alam bebas sejak duduk di bangku sekolah.
Dia pernah aktif di organisasi Pramuka.
"kami berdua enjoy aja, karena kami memang sudah biasa hidup di alam bebas maklum kami dulu adalah anak Pramuka, inilah salah satu hasil dari kegiatan ekstrakurikuler, jadi buat para orang tua jangan larang anaknya untuk kegiatan ekstrakurikuler, setiap keadaan usahakan berfikir positif karena pikiran positif akan menghilangkan aura negatif, semangat karantina mandiri.," tulisnya di Facebook.
Dengan mengendarai mobil Daihatsu Gran Max, Selasa (31/03), mereka pun meninggalkan Makassar.
Di mobil itu, ada 3 orang.
Selain Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi dan Tri Buana Lestari Sutandi, ada seorang pria sopir sekaligus teman mereka dari Mamuju Tengah.
Dalam perjalanan, mereka mampir membeli kebutuhan makan dan minum selama setengah bulan di tempat karantina.
"Kami sudah beli air (air mineral) 2 dos, beli camilan. Bapak (ayah) bawakan kami beras dan sayur. Kalau ikan banyak di empang," kata Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi.
Rabu (01/04) pagi, mereka tiba pun di Mamuju Tengah.
Kakak-adik itu langsung ke gubuk di empang, di Desa Kambuno, Kecamatan Karossa, Mamuju Tengah.
Gubuk beratap daun rumbia dan seng serta berdinding papan itu berdiri di pematang empang, sekitar 3 km dari pemukiman warga.
"Kalau dari rumah, jaraknya saya tidak tahu pasti. Tapi kalau naik motor sekitar setengah jam dengan kecepatan sedang. Desa dan kecamatannya beda," ujar Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi menyebut.
Gubuk berukuran sekitar 2 x 3 meter itu dibangun ayahnya, empang itu adalah empang milik orangtuanya.
Orangtua Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi dan Tri Buana Lestari Sutandi memiliki 2 Ha empang berisi ikan bandeng atau ikan bolu dan udang.
Seperti kata peribahasa, sambil menyelam minum air.
Sambil karantina mandiri di gubuk, mereka juga menjaga empang, menebar pakan kepada ikan-ikan.
Aktivitas ini dilakoni agar mereka tak bosan selama setengah bulan ke depan.
Di empangnya, mereka "balas dendam" makan ikan dan udang.
Kata Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi, selama hampir sebulan di Makassar, dia dan adiknya tak pernah makan ikan segar.
"Sebenarnya ini tidak jauh beda di kost kami dimakassar karena kami tetep makan berdua saja, padahal kami sudah pulang kampung, tapi Alhamdulillah kita sudah makan ikan dimakassar kemarin hampir 1 bulan TDK makan ikan, sekarang ditempat ikannya kami di isolasi
#DitempatisolasiH1," tulis Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi di akun Facebooknya dengan menyertakan video suasana empang dan menu makanannya.
Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi menceritakan pengalamannya tinggal di gubuk dengan fasilitas minim.
Tak ada aliran listrik, tak ada pula sumber air bersih.
Untuk kebutuhan penerangan, mereka memanfaatkan lilin dan senter charger.
Soal nge-charge handphone, mereka ke rumah kerabat yang berjarak sekitar 3 Km dari gubuk dengan berjalan kaki.
Untungnya sinyal telepon seluler masih menjangkau wilayah sekitar empang sehingga komunikasi mereka melalui telepon dengan keluarga atau teman tidak putus.
Bahkan, Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi masih bisa membagikan status melalui Facebook dan chat melalui aplikasi pesan instan WhatsApp.
Untuk mandi, Tri Buana Lestari Sutandi dan kakaknya ke sumur di pantai.
"Kalau di empang itu air bersih seperti emas karena di sini airnya payau. Kebetulan ada pantai pribadi, di situ ada sumurnya. Sekitar 3 Km juga dari gubuk," ujar Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi.
Untuk buang air besar, mereka mencari tempat aman.
"Tadi subuh saya dibangunkan adek, ternyata ada harimau diperutnya adek, itu istilah kami kalau perut lagi bunyi, ini bukan bunyi perut kelaparan yah, ini bunyi adek sakit perut, aku bangun sambil kucek mata, cuci muka air gelas bukan kami sombong atau apa karena di empang itu air tawar itu bagaikan emas broo, terus saya temani adek cari wc umum yg seluas mata memandang, adek ambil posisi, untuk eee'... Kan masih gelap jadi ngk perlu malu... Ini salah satu cerita pertama kami menikmati masa karantina mandiri kami," tulisnya di Facebook, Jumat (03/04).
Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi juga menceritakan pengalamannya setiap malam mereka harus dikerumuni nyamuk.
Namun, saat tidur mereka menggunakan kelambu.
Bagaimana soal keamanan?
Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi mengaku wilayah sekitar empangnya aman.
"Di dekat gubuk saya ada 2 - 3 gubuk. Di situ ada penjaga empang," ujarnya yang merasa tidak khawatir terjadi hal tak diinginkan.
Sebagian warga kampung sekitar juga masih kerabatnya.
Saban hari, ayahnya juga datang membesuk membawa kebutuhan makan dan minum, namun tetap menjaga jarak fisik (physical distancing).
"Setiap hari bapak bapak datang bawa kebutuhan, tapi kami komunikasi jarak 2-3 meter," Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi.
Mereka khawatir jika langsung kontak fisik dengan ayahnya, justru akan menularkan Virus Corona.
Ayahnya yang paruh baya sangat rawan terinfeksi karena sistim imunnya tak sebagus saat usia muda.
Selama 5 hari mengarantina diri, Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi dan adiknya tak merasakan adanya gangguan kesehatan seperti ciri-ciri terinfeksi Virus Corona, antara lain batuk, demam, flu.
Kata dia, "Tapi nanti setelah 14 hari karantina, kami mau periksa kesehatan. Sampai sekarang, alhamdulilah tidak ada gejala."
Karantina mandiri selama 14 hari punya peran besar dalam pencegahan dan penanganan untuk memperlambat penularan Virus Corona.
Mengapa harus 14 hari.
Hal ini terkait masa inkubasi virus karena rentang waktu selama 14 hari merupakan hitungan 2 kali masa inkubasi virus.
Jika dinyatakan negatif setelah memerikasakan diri di rumah sakit atau puskesmas, mereka akan langsung kembali rumah, berkumpul dengan kedua orangtuanya dan 2 saudaranya.
Empat orang di rumahnya juga sedang mengarantina diri (stay at home).
Dipuji Dekan
Mengetahui ada mahasiswinya sedang mengarantina diri di tempat tak lazim, Dekan FTI UMI, Zakir Sabara H Wata langsung menghubungi Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi melalui Facebook Messenger.
"Saya sengaja menelepon lewat Messenger, sekedar ingin memastikan mereka baik-baik saja," kata Zakir Sabara H Wata, Ahad malam.
Awalnya Zakir Sabara H Wata mendapat informasi tersebut melalui Facebook.
Dia pun bangga dan memuji cara mereka mencegah penyebaran Covid-19.
"Kita mau tunjukkan, ini bisa menginspirasi di tengah orang banyak keras kepala (tidak mau social distancing dan physical distancing)," kata Zakir Sabara H Wata kepada Tribun-Timur.com.
"Bangga Padamu Gadisku, Jaga kesehatan, dan kamu sudah memberikan contoh dan pendidikan yang luar biasa buat orang lain
Sengaja saya menelponmu lewat messenger FB, sekedar ingin memastikan kamu baik baik saja
Dan teruslah berbuat untuk menolong dan membantu orang lain," tulis Zakir Sabara H Wata, Ahad malam, mengomentari posting-an Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi.
Dia juga mengunggah video tangkapan layar video call-nya dengan mahasiswinya.(*)