Disa harus berkutat di dalam baju hazmat yang begitu panas. Keringat mengucur tak dihiraukannya lagi demi memantau pasien di dalam ruang isolasi.
Memang Disa tak seperti para perawat yang harus memakai baju hazmat lebih lama. Namun, tetap saja lelahnya sungguh terasa.
“Saya paling lama enam jam pakai baju hazmat. Walau sudah capek fisik dan stres juga. Karena sedikit banyak pikiran kita juga ngaruh. Namanya juga manusia pasti pikiran takut tertular juga ada dong,” terang Disa.
Namun, di tengah lelah itu, sesekali Disa membagikan pengalaman selama dirinya dan sang ibu jadi pasien Covid-19.
Cerita itu diharapkan bisa memotivasi para pasien agar semangat sembuh.
Kadang masih ada saja warga yang menganggap Covid-19 hanyalah konspirasi rumah sakit. Dengan alasan ini dan itu serta pengetahuan yang minim, beberapa orang berani menyangkal keberadaan Covid-19 di depan wajah Disa.
Terbayang seluruh perjuangan yang dilakukan Disa dan sang ibu demi sembuh dari Covid-19 hanya dianggap sebuah kebohongan oleh masyarakat.
”Jujur saya kesal melihat orang orang seperti itu. Sudah hampir enam bulan lebih kita pandemi dan masih mepertanyakan pandemi ini benar apa tidak, saya ini miris gitu. Ini bukan saatnya kita mempertanyakan ini ada atau tidak,” tegas dia.
Dengan sabar Disa kembali menejelaskan bahaya Covid-19 kepada orang seperti itu.