GridStar.ID-Di tengah pandemi virus corona di Indonesia, para tenaga medis kini harus benar-benar memeras keringat.
Hal tersebut lantaran jumlah pasien kasus covid-19 tidak sebanding dengan jumlah para ahli medis yang menangani.
Akibatnya, tidak sedikit pula tenaga medis yang ikut tumbang.
Namun kabar baik datang dari Amerika Serikat.
Akhirnya dokter yang menangani pasien kasus Virus Corona punya alat pembantu yang bisa memberikan petunjuk saat dihadapkan pada pilihan pasien berat Covid-19 yang diprioritaskan mendapat penanganan.
Saat Covid-19 mewabah semua negara di dunia termasuk Amerika kekurangan respirator atau ventilator, karena sekitar 20 persen pasien terserang saluran pernafasan bagian bawahnya, termasuk paru-paru.
Kondisi pasien bisa dengan cepat menjadi kritis hingga harus memakai alat bantu pernafasan atau respirator atau ventilator.
Menurut American Academy of Critical Medicine, 960.000 pasien di Amerika Serikat membutuhkan ventilator, tetapi yang tersedia hanya sekitar 200.000.
Para peneliti AS dan China mengembang alat yang mampu prediksi akurat pasien Covid-19 mana yang punya risiko tinggi akan terkena infeksi berat paru-paru.
Alat bantu diagnosis terbaru itu dikembangkan berbasis kecerdasan buatan.
Jika dioperasikan, algoritma akan menyisir kondisi pasien, dan dengan akurasi tinggi meramalkan perkembangan pasien virus corona mana yang akan mengembangkan gejala radang paru-paru akut.
“Dengan bantuan alat ini, dokter bisa dibantu membuat keputusan, pasien mana yang harus mendapat prioritas perawatan dan alat bantu,“ ujar Megan Coffee, dokter dan profesor di University Grossman School of Medicine di New York yang merilis temuannya di jurnal Computers, Materials & Continua.
Alat bantu itu menemukan berbagai indikator mengejutkan, yang bisa memprediksi pasien Covid-19 mana yang akan mengembangkan penyakit sindroma pernafasan akut (ARDS).
Pasien mengalami komplikasi berat, dan paru-parunya akan terisi cairan.
Sekitar 50 persen pasien virus corona yang terkena ARDS dilaporkan meninggal.
Akurasi hingga 80 persen
Team peneliti menginstal data dari 53 pasien virus corona SARS-CoV-2 dari rumah sakit di Wenzhou Cina, ke mesin yang diprogram dengan algoritma pintar.
Kecerdasan buatan menemukan, perubahan pada tiga parameter tubuh pasien, yakni kadar enzim pada hati ALT, kadar hemoglobin dan laporan nyeri pada tubuh, mengacu pada prediksi kemungkinan infeksi akut.
Menggunakan informasi ini digabung dengan faktor lainnya, alat bantu tersebut bisa memprediksi risiko ARDS dengan akurasi hingga 80 persen.
“Ini menakjubkan, karena banyak data menunjukkan, mesin yang sebelumnya digunakan untuk membantu dokter menarik keputusan, berbeda dengan apa yang biasanya dicari oleh para dokter;“ ujar Coffe kepada kantor berita AFP seperti dilansir dw indonesia.
Sebagai perbandingan, sejumlah parameter yang dianggap ciri khas pasien Covid19, seperti citra pola paru-paru yang disebut "ground glass opacity," demam dan respon kuat sistem kekebalan tubuh, tidak bisa digunakan untuk memprediksi, pasien mana dengan gejala ringan yang punya risiko mendapat sindroma pernafasan akut.
Juga umur atau jenis kelamin pasien virus corona, bukan faktor prediksi akurat.
Walau begitu, riset lainnya menunjukkan, pasien yang berusia di atas 60 tahun, tergolong kelompok risiko tinggi terkena ARDS.
Sebelumnya dokter di Italia sangat kewalahan menentukan pasien yang mendapat prioritas saat terjadi lonjakan pasien sekarat.
"Jika seseorang berusia 80 dan 95 tahun mengalami kesulitan pernapasan yang parah, kami kemungkinan tidak melanjutkan [penanganan]," kata Dr Christian Salaroli, kepala unit perawatan intensif di sebuah rumah sakit di Bergamo kepada surat kabar Corriere della Sera.
"Ini adalah kata-kata yang buruk, namun sayangnya benar.
Kami tidak berada dalam posisi untuk melakukan apa yang Anda sebut sebagai mukjizat," tambahnya.
Dr Salaroli mengatakan kepada surat kabar Corriere bahwa beban emosi staf medis "menghancurkan" dan beberapa dokter di dalam timnya "remuk" oleh pilihan-pilihan yang terpaksa dibuat.
"Bisa terjadi pada dokter kepala begitu pula dengan dokter muda yang baru tiba dan harus memutuskan nasib seorang manusia. Saya ulangi, dalam skala besar," ujarnya.
"Saya melihat sejumlah perawat dengan 30 tahun pengalaman, menangis, orang dengan krisis mental, tiba-tiba gemetar."
Alat bantu pengarah keputusan dokter
Penggunaan kecerdasan buatan dalam dunia kedokteran sebetulnya bukan hal baru. Misalnya saja sudah ada alat bantu untuk dokter kulit, yang bisa memprediksi kapan pasien bisa mengembangkan kanker kulit.
Yang membuat alat bantu terbaru ini berbeda adalah, para dokter bekerja sambil belajar mengenai Covid-19. Alatnya juga bisa membantu mengarahkan tenaga medis ke sasaran yang tepat.
“Dengan begitu, juga membantu para dokter membuat keputusan, pasien mana yang harus mendapat perhatian khusus,“ kata Anasse Bari, profesor ilmu komputer di NYU yang juga terlibat dalam riset.
Tim ilmuwan gabungan AS dan China sekarang masih menyempurnakan alat bantu buatannya dengan menginstal data dari pasien Covid-19 di New York.
Diharapkan alat bisa digunakan secara luas bulan April ini. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribun News dengan judul "Ditemukan Alat yang Prediksi Nasib Pasien Berat Covid-19, Bantu Dokter Putuskan yang Diprioritaskan"