Menggunakan informasi ini digabung dengan faktor lainnya, alat bantu tersebut bisa memprediksi risiko ARDS dengan akurasi hingga 80 persen.
“Ini menakjubkan, karena banyak data menunjukkan, mesin yang sebelumnya digunakan untuk membantu dokter menarik keputusan, berbeda dengan apa yang biasanya dicari oleh para dokter;“ ujar Coffe kepada kantor berita AFP seperti dilansir dw indonesia.
Sebagai perbandingan, sejumlah parameter yang dianggap ciri khas pasien Covid19, seperti citra pola paru-paru yang disebut "ground glass opacity," demam dan respon kuat sistem kekebalan tubuh, tidak bisa digunakan untuk memprediksi, pasien mana dengan gejala ringan yang punya risiko mendapat sindroma pernafasan akut.
Juga umur atau jenis kelamin pasien virus corona, bukan faktor prediksi akurat.
Walau begitu, riset lainnya menunjukkan, pasien yang berusia di atas 60 tahun, tergolong kelompok risiko tinggi terkena ARDS.
Sebelumnya dokter di Italia sangat kewalahan menentukan pasien yang mendapat prioritas saat terjadi lonjakan pasien sekarat.
"Jika seseorang berusia 80 dan 95 tahun mengalami kesulitan pernapasan yang parah, kami kemungkinan tidak melanjutkan [penanganan]," kata Dr Christian Salaroli, kepala unit perawatan intensif di sebuah rumah sakit di Bergamo kepada surat kabar Corriere della Sera.
"Ini adalah kata-kata yang buruk, namun sayangnya benar.
Kami tidak berada dalam posisi untuk melakukan apa yang Anda sebut sebagai mukjizat," tambahnya.