DPR Telah Sahkan Omibus Law UU Cipta Kerja, Begini Rencana Jokowi

Jumat, 09 Oktober 2020 | 18:31
Kompas.com

DPR Sahkan Omibus Law UU Cipta Kerja Meski Tuai Kontroversi, Begini Rencana Jokowi

GridStar.ID - Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan DPR pada Senin, (05/10).

Atas pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja ini, terjadi penolakan dengan aksi demonstrasi disejumlah wilayah.

Menuai kontroversi, bagaimana rencana selanjutnya dari pemerintah?

Baca Juga: Kantor Staf Presiden Ungkap Pesan Jokowi Jelas untuk Para Gubernur: Semua Satu Suara Dukung UU Cipta Kerja

Menteri Ketenagakerjaan ( Menaker), Ida Fauziyah, membeberkan rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) selanjutnya setelah DPR mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja.

Menurut Ida, kini dirinya ditugaskan Presiden Jokowi untuk merumuskan paling banyak 5 Peraturan Pemerintah (PP) yang akan jadi regulasi turunan dari UU Cipta Kerja yang terkait klaster ketenagakerjaan.

Dia mengklaim, pemerintah membuka diri bagi serikat buruh selama proses perumusan PP. Pihaknya mengundang sejumlah serikat buruh yang selama ini menolak keras pasal-pasal UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Baca Juga: Dilaporkan ke Polisi hingga Dewan Pers Karena Wawancara Kursi Kosong Menkes, Najwa Shihab Akhirnya Angkat Bicara

"UU Cipta Kerja ini memerintahkan untuk ada pengaturan lebih detailnya dalam PP, direncanakan minimal tiga PP, maksimal lima PP yang disiapkan," kata Ida dikutip dari Antara, Jumat (9/10/2020).

Menurut Ida, berbagai PP yang akan mengatur klaster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja itu rencananya akan diselesaikan pada akhir Oktober sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.

"Arahan Bapak Presiden dalam akhir Oktober ini seluruh peraturan pemerintah itu akan kita selesaikan," tegas Ida.

Baca Juga: Najwa Shihab Dipolisikan Tim Relawan Jokowi Usai Lakukan Wawancara Kursi Kosong Menkes Terawan: Secara Tidak Langsung Sudah Mendeskritkan Presiden

Pembuatan PP klaster ketenagakerjaan itu akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan ketenagakerjaan termasuk serikat buruh/pekerja dan dunia usaha yang diwakilkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Ida meminta bantuan untuk menyampaikan hasil sosialisasi itu kepada serikat pekerja dan dunia usaha.

Menurut Ida, saat ini banyak simpang siur isu dan distorsi informasi tentang UU Cipta Kerja, terutama klaster ketenagakerjaan.

Baca Juga: Lantaran Wawancara Kursi Kosong, Najwa Shihab Terancam Dilaporkan ke Polisi oleh Relawan Jokowi, Apa Alasannya?

Banyak isu liar

Kepada para Kepala Dinas Ketenagakerjaan di daerah, Ida juga meminta mereka membantu menyosialisasikan UU Cipta Kerja.

Dia berharap, semua pihak aktif meluruskan informasi yang beredar.

"Saya berharap bapak dan ibu tetap mengajak teman-teman serikat pekerja terutama untuk berdialog, karena kita masih punya pekerjaan untuk merumuskan PP," kata Ida.

Baca Juga: Nama-Nama Mentereng Juru Kampanye Gibran Putra Jokowi Mulai Megawati hingga Sandiaga Uno, DPC Gerindra Sebut Lobi Tingkat Tinggi

"Kami berharap bapak dan ibu bisa menampung aspirasi dari stakeholder dan kami tunggu aspirasi itu untuk pembahasan PP," kata dia lagi.

RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang diusulkan Presiden Jokowi dan merupakan bagian dari RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020.

Jauh sebelum disahkan, pemerintah bergerak cepat meloloskan RUU Cipta Kerja.

Baca Juga: BREAKING NEWS: Rapat Terbatas, Jokowi Minta Aparat Pemerintah Siapkan Rencana Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 Selama Dua Pekan

Pada Februari 2020, pemerintah mengklaim telah melakukan roadshow omnibus law RUU Cipta Kerja di 18 kota di Indonesia untuk menyerap aspirasi masyarakat.

Segera setelah draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja rampung ada awal tahun 2020, pemerintah langsung mengirimkan draf RUU ke DPR.

Sehingga draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bisa masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.

Baca Juga: Masuk Kancah Politik Nyalon Wali Kota Medan, Segini Total Kekayaan Bobby Nasution Menantu Jokowi dalam LHKPN

Presiden Jokowi mengirimkan draf RUU Cipta Kerja kepada DPR pada 7 Februari 2020.

Sebagai informasi, pemerintah menyusun 11 klaster pembahasan dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Klaster tersebut terdiri dari, penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan pemberdayaan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, dan yang terakhir kawasan ekonomi.

Baca Juga: Jokowi Tolak Penundaan Pilkada 2020, Gibran Rakabuming Raka: Keputusan Ada di KPU Bukan di Bapak Saya!

RUU ini baru mulai dibahas DPR pada 2 April 2020 dalam Rapat Paripurna ke-13. Selama di parlemen, proses pembahasannya relatif berjalan mulus.

Untuk meloloskan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja, anggota dewan sampai rela melakukan rapat maraton.

Klarifikasi cuti haid

Dalam kesempatan yang sama, Ida juga membantah bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja menghilangkan hak cuti pekerja seperti cuti haid dan melahirkan.

Baca Juga: Kabar Baik! Tinggal Tunggu Ketok Palu dari Presiden Jokowi, 51.000 Tenaga Honorer Akan Segera Diangkat Jadi PNS

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menegaskan, bahwa waktu istirahat dan cuti itu tetap diatur seperti di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Memang tidak diatur di Undang-Undang Cipta Kerja. Artinya kalau tidak dihapus berarti undang-undang yang lama tetap eksis, namun undang-undang ini memerintahkan untuk pengaturan lebih detailnya di peraturan pemerintah (PP)," kata Ida.

Namun, dalam penjelasannya, Ida justru tak menjelaskan terkait apakah perusahaan masih harus diwajibkan membayar upah penuh selama cuti haid dan melahirkan.

Baca Juga: Belakangan Ini Namanya Menjadi Perbincangan Gegara Kebijakannya Soal Hadapi Pandemi Virus Corona, Anies Baswedan Sindir Jokowi Soal Vaksin Covid-19

Skema no work no pay atau lebih dikenal unpaid leave selama ini jadi kekhawatiran para pekerja, khususnya pekerja perempuan, apakah diterapkan di UU Cipta Kerja atau sebaliknya tetap mengacu pada aturan lama di UU Ketenagakerjaan.

Ida menjelaskan, bahwa waktu kerja bagi pekerja tetap mengikuti ketentuan dari UU Ketenagakerjaan meliputi tujuh jam sehari dan 40 jam satu pekan untuk enam hari kerja dalam satu pekan.

Selain itu tetap diatur juga ketentuan waktu kerja delapan jam sehari dan 40 jam satu pekan untuk lima hari kerja dalam satu pekan.

Baca Juga: Anies Putuskan DKI Jakarta Kembali PSBB, Tangan Kanan Jokowi: Presiden Minta Koordinasi, Strategi Berskala Lokal Penting Sekali!

Terkait lembur, ia memastikan waktu kerja tetap diatur maksimal empat jam dalam satu hari.

Ida mengatakan bahwa UU yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (5/10/2020) itu juga mengakomodir pekerjaan yang sifat dan kondisinya tidak dapat mengikuti sepenuhnya ketentuan yang sebelumnya sudah tertuang di UU Nomor 13 Tahun 2003.

"Misalnya sektor ekonomi digital yang waktu kerja sangat fleksibel. Kalau di UU sebelumnya tidak mampu mengakomodasi jenis pekerjaan baru, waktu pekerjaan yang fleksibel maka di UU ini jawabannya," tegas Ida.

Baca Juga: Bos Djarum Orang Terkaya di Indonesia Surati Jokowi, Budi Hartono Sebut Wacana PSBB di Jakarta Tak Efektif: Jangan Ambil 1 Keputusan Jalan Pintas!

Ida juga mengungkapkan alasan kenapa pemerintah dan DPR secara mendadak mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja.

Ida mengatakan, berdasarkan informasi yang ia dapatkan, DPR hendak mengurangi intensitas rapat dengan alasan banyak anggota DPR yang terpapar virus corona (Covid-19).

"DPR memutuskan untuk mempercepat (pengesahan) yang rencananya tanggal 6 atau tanggal 8 (Oktober). Kemudian diajukan menjadi tanggal 5 dengan alasan karena untuk mengurangi jam-jam rapat sehingga bisa menekan penyebaran Covid-19," ujar Ida.

Baca Juga: Niat Hati Turunkan Angka Covid-19, PSBB DKI Jakarta Disebut Tanpa Sepengetahuan Jokowi, Arief Puyono: Anies Sudah Layak Dinonaktifkan

"Mungkin banyak yang mengatakan begitu kenapa kok tiba-tiba tanggal 5?. Itu yang saya dengar memang alasan penjelasan dari Wakil Ketua (DPR) karena banyak teman-teman DPR yang terpapar Covid-19," sambung Ida.

Meski begitu, Ida mengatakan, Omnibus Law UU Cipta Kerja telah melalui proses rapat koordinasi yang tidak singkat.

Ia menyebutkan, sebelum jadi UU, Omnibus Law Cipta Kerja sudah dibahas selama 64 kali.

Baca Juga: Angin Segar Penangkal Covid-19 Segera Tersedia, Presiden Jokowi Bentuk Tim Vaksin Merah Putih: Kita Mampu Mandiri Produksi Sendiri

Terdiri dari 2 kali rapat kerja, 56 rapat Panja DPR dan 6 kali rapat tim peumus tim sinkronisasi.

"Kemudian pada akhirnya, DPR memutuskan mengesahkan dalam rapat paripurna tanggal 5 Oktober," ucap Ida. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Rencana Jokowi Setelah Omnibus Law Cipta Kerja Disahkan DPR"

Tag

Editor : Tiur Kartikawati Renata Sari

Sumber kompas