"Pernyataan ini tidak benar sama sekali karena selain salah secara moral juga tidak bisa dilaksanakan dalam prakteknya. Pernyataan ini kemungkinan besar sengaja dihembuskan mafia tanah, yang bertujuan untuk menggagalkan proses digitalisasi," tegas Taufiq.
Dia juga mengatakan digitalisasi sangat dibenci para mafia tanah. Selain itu, sertifikat tidak bisa dijual karena sertifikat ada dalam database dan tidak berpindah tangan dengan mudah.
"Jadi justru, program digitalisasi sertifikat ini untuk mengamankan sertifikat masyarakat," tuturnya.
Selain itu, dilansir laman ATRBPN, 22 Januari 2021, Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik menjadi dasar pemberlakuan sertifikat elektronik.
"Dengan peraturan ini maka pelaksanaan pendaftaran tanah yang sebelumnya dilakukan secara konvensional, dapat dilakukan secara elektronik, baik itu pendaftaran tanah pertama kali, maupun pemeliharaan data," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian ATR/BPN, Yulia Jaya Nirmawati.
Hasil pelaksanaan pendaftaran tanah secara elektronik ini nantinya berupa data, informasi elektronik dan atau dokumen elektronik, yang merupakan data pemegang hak, data fisik dan data yuridis bidang tanah yang valid dan terjaga autentikasinya.
Produk dari pelayanan elektronik ini seluruhnya akan disimpan pada Pangkalan Data Sistem Elektronik. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ramai soal Sertifikat Tanah Asli Bakal Ditarik BPN, Ini Penjelasan Kementerian ATR"