GridStar.ID-Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar meminta kepada pemerintah agar mempertimbangkan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang telah diujicobakan pada 2022 hingga sekarang di beberapa rumah sakit.
Ia khawatir bila KRIS tetap diberlakukan, maka akan mempengaruhi iuran dari peserta BPJS Kesehatan.
Saat ini, kelas rawat inap sendiri terdiri atas kelas 1, kelas 2, dan kelas 3.
Dari ketiga kelas tersebut, pemerintah ingin meleburkan menjadi satu kelas saja.
"Sebaiknya pemerintah mempertimbangkan perubahan KRIS karena nanti dampaknya ke iuran peserta (BPJS Kesehatan). Kalau kelas satu, dua, dan tiga dijadikan satu, pasti yang kelas tiga iurannya akan naik," katanya di Jakarta, Jumat (24/02).
Lebih lanjut Timboel menjelaskan bahwa peserta BPJS Kesehatan kebanyakan kategori kelas 3. Apabila diubah menjadi satu kelas saja, maka iuran kelas 3 akan mengikuti kelas di atasnya.
"Anggap saja jalan tengahnya pemerintah menjadikan kelas dua, otomatis kan kelas tiga bayarannya setara kelas dua. Berarti kan naik iurannya yang kelas tiga," ujarnya mencontohkan.
Itulah alasan dirinya meminta pemerintah mempertimbangkan pengubahan KRIS. Penerapan KRIS BPJS Kesehatan secara nasional diundur menjadi 1 Januari 2025.
Sebelumnya Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) berencana mengimplementasikan kebijakan itu pada pertengahan tahun 2024.
Baca Juga: Salah Satu Alat Bantu yang Dijamin BPJS Kesehatan, Ini Cara Klaim Alat Bantu Dengar
Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN Mickael Bobby Hoelman mengatakan, hal itu dilakukan agar rumah sakit bisa mempersiapkan 12 standar yang harus dipenuhi saat membuka KRIS.
Mickael mengatakan, pada 2022 pihaknya telah mulai melakukan uji coba pada lima rumah sakit pemerintah, yaitu RSUP Kariadi Semarang, RSUP Surakarta, RSUP dr. Tadjuddin Chalid Makassar, RSUP dr. Johannes Leimena Ambon, dan RSUP dr. Rivai Abdullah Palembang.
(*)