"Mungkin efek orang-orang yang panic buying pas awal-awal harga minyak turun, semua pada borong," kata Yeny kepada Kompas.com, Selasa (08/02).
Kesulitan Yeny mencari minyak goreng terus berlanjut. Ketika berbelanja di sebuah supermarket di kawasan Kota Serang, Banten, dia melihat rak minyak goreng kosong.
Di situ ada pemberitahuan bahwa minyak goreng bisa dibeli, tetapi langsung diambil di kasir. Sayangnya, kata dia, pembelian minyak goreng harus disertai dengan belanja barang lain.
Selain itu, ada batas minimal belanja agar bisa membeli minyak goreng.
Di warung tersebut harga minyak goreng mencapai Rp 42.000 per 2 liter. Mereknya pun bukan yang familiar dipakainya.
Akhirnya dia hanya membeli minyak kemasan ukuran 450 ml seharga Rp 10.000 sembari terus mencari minyak dengan harga normal.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengingatkan bahwa pedagang ataupun toko ritel modern dilarang menerapkan pemaksaan terstruktur melalui negative bundling ketika masyarakat sulit mendapatkan stok minyak goreng murah.
"Persyaratan belanja minimal untuk dapat membeli minyak goreng atau teknik negative bundling adalah bentuk pemaksaan secara terstruktur oleh manajemen supermarket kepada konsumen," kata Pengurus Harian YLKI Agus Sujatno kepada Kompas.com, Selasa (08/02).
Agus mengatakan, aturan tersebut merupakan tindakan diskriminatif dan tidak dapat dibenarkan. Sebab, pedagang memaksa konsumen membeli produk yang kemungkinan tidak dibutuhkan.
"Sebab, setiap kebutuhan konsumen akan berbeda-beda. Jika mensyaratkan minimal belanja, maka ada kewajiban konsumen untuk menebus barang lain yang tidak dibutuhkan," imbuh dia.