GridStar.ID - Perlakuan tak beradab dilakukan seorang guru pesantren terhadap 12 santriwati yang di Bandung.
Guru pesantren bernama Herry Wiryawan tega melakukan pemerkosaan terhadap 12 murid perempuannya hingga para korban hamil dan memiliki anak.
Ulah bejat tersebut sudah dilakukan Herry Wiryawan sejak tahun 2016 lalu hingga 2021.
"Korbannya 12 anak, yang melahirkan 8, yang tengah hamil 2," kata Dodi Gazali, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dikutip dari Kompas.com pada Rabu (08/12).
Menurut Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, bayi yang dilahirkan itu berjumlah sembilan orang dari empat santriwati.
Namun keterangan dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut menyebutkan, dari 12 korban perkosaan, telah lahir delapan bayi dari tujuh korban.
Salah satu korban bahkan telah memiliki dua anak dari perbuatan Herry.
Tak sampai di sana Herry juga memanfaatkan anak-anak yang lahir itu untuk meminta sumbangan.
Mereka diakui sebagai anak yatim piatu untuk meminta sumbangan.
Mirisnya lagi, Herry Wiryawan tega memaksa para korban untuk menjadi kuli bangunan saat proses pembangunan gedung pesantren.
"Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku. Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," kata Livia Istania DF Iskandar yang merupakan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Herry Wiryawan dijerat dakwaan primair Pasal Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedangkan dakwaan subsider, melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Mendapat ancaman pidana 15 tahun dan bisa mendapat hukuman lebih berat lagi karena ia merupakan tenaga pendidik.
"Terdakwa diancam pidana sesuai pasal 81 Undang-undang perlindungan anak, ancamannya pidana 15 tahun tapi perlu digarisbawahi ada pemberatan, karena dia sebagai tenaga pendidik sehingga hukumannya menjadi 20 tahun," kata Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Riyono. (*)