GridStar.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Presiden Joko Widodo untuk memutuskan apakahstatus pandemi Covid-19sudah berakhir atau belum di akhir tahun 2021.
Hal ini terkait dengan bunyi Pasal 29 pada lampiran satu UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 yang sudah direvisi MK.
Disebutkan, undang-undang hanya berlaku dua tahun ketika Presiden Jokowi mengumumkan bahwakasus Coivid-19sudah menurun.
Namun apakah Presiden mempunyai wewenang untuk memberhentikan status pandemi Covid-19?
Presiden tak memiliki wewenang terutama dalam memutuskan untuk memberhentiman status pandemi. Status pandemi dapat dikatakan berakhir dengan beberapa kriteria berdasarkan ketentuan dari Organisasi Kessehatan Dunia (WHO).
Penegasan soal pencabutan status pandemi hanya dapat dilakukan oleh WHO juga diungkapkan epidemiolog dari Griffith Universitu, Australia, Dicky Budiman.
Dicky mengatakan, dalam menetapkan status pandemi (public health emergency international concern) ada rujukannya dalam internasional health regulation 2005.
"Hal itu menjadi semacam save guard global security dan indonesia meratifikasi sebagai anggota WHO, konvensi, perjanjian, kesepakatan global, artinya terikat pada itu," kata Dicky mengutip Kompas (8/11/2021).
Hal yang sama diungkapkan oleh Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito secara terpisah.
"Yang menentukan status pandemi atau bukan adalah WHO," kata Wiku.
Kendati demikian, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi negara salah satunya Indonesia agar status pandemi segera dicabut oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Adapun kriteria yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.Kriteria pencabutans status pandemi Covid-19
1. Kasus baru rendah
Salah satu indikasi pandemi mereda adalah rendahnya kasus penularan di masyarakat. Kriteria kasus rendah adalah di bawah 10 kasus/100.00 jiwa per hari.
"Misalnya 2 kasus infeksi baru/100.000 jiwa/hari, itu sudah terkendali. Tapi tidak boleh terkonsentrasi pada satu wilayah saja, harus tersebar," ujar Dicky.
2. Positivity Rate rendah
Selanjutnya adalah tingkat positivitas yang rendah, yakni di bawah 1 persen. Angka positivity rate adalah perbandingan antara jumlahkasus positif Covid-19dengan jumlah tes yang dilakukan.
Angka positifitas rendah ini diperlukan untuk memastikan bagaimana kualitas pengujian dan pelacakan yang ada. Karena pelacakan juga pengujian inilah yang pada akhirnya digunakan untuk mendapatkan angka X kasus baru/100.000 jiwa/ hari di masyarakat.
3. Proteksi memadai
Indikator yang ketiga adalah sudah terbentuknya proteksi yang memadai di tengah masyarakat atau herd immunity atau kekebalan kelompok.
Artinya lebih banyak masyarakat yang dapat terlindungi dari potensi penularan virus. Hal itu bisa terjadi apabilatingkat vaksinasiterus meningkat.
Dicky mengatakan, negara juga harus mengantisipasi ketika varian Delta atau potensi varian lain muncul. Sehinggga apabila hal tersebut terjadi di masyarakat sudah terbentuk proteksi yang cukup memadai.
"Ambang batas dari herd immunity yang sudah terbentuk di masyarakat, yakni cakupan vaksinasi 80 persen, atau bagusnya di atas 85 persen," jelas Dicky.
4. Terjadi di wilayah yang luas
Terakhir, untuk dapat disebut pandemi berakhir, semua prasayat tadi harus sudah ditemukan di cakupan wilayah yang luas, tidak hanya di satu negara namun hingga banyak negara atau benua.
"Misalnya benua Eropa, mayoritas negara di Eropa, sebagian negara di Amerika, Asia, juga Australia. Itu sudah bisa dicabut," lanjutnya.
Tak hanya sesaat, kondisi-kondisi di atas juga harus terjadi selama beberapa waktu tertentu misalnya dalam 3 bulan berturut-turut ataupun setidaknya 28 hari secara konsisten.
(*)
Artikel ini telah tayang di GridFame.ID dengan judul ‘Ditentukan WHO’ Satu Indonesia Wajib Penuhi Kriteria Ini Jika Ingin Pandemi Covid-19 Segera Berakhir!