GridStar.ID - Pandemi covid-19 masih menjadi masalah krusial di Indonesia.
Hingga kini, kasus pasien covid-19 terus bertambah hingga menginfeksi 28,9 juta orang di seluruh dunia.
Beberapa gejala umum yang biasa menyerang pasien covid termasuk gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk, hingga sesak napas.
Sementara itu, masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari.
Diberitakan Kompas.com, (7/9/2020) gejala dan masa inkubasi pada setiap orang bisa berbeda-beda.
Setidaknya, ada tiga klasifikasi gejala Covid-19, yaitu gejala ringan, gejala sedang, gejala berat.
Mengutip Tanya Jawab Seputar Virus Corona yang disusun oleh Kementerian Republik Indonesia, USAID, dan Germas, Mei 2020, salah satu gejala ringan terjadinya infeksi virus corona adalah Malaise.
Istilah tersebut terdengar masih asing bagi masyarakat awam, mengingat selain Malaise, gejala ringan Covid-19 yang lain cukup mudah diketahui, antara lain:
1. Demam lebih dari 38 derajat celcius
2. Batuk
3. Nyeri tenggorokan
4. Hidung tersumbat
Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menjelaskan, meski terdengar asing, malaise sebenarnya adalah istilah yang umum di bidang kedokteran.
"Malaise itu rasa lesu, lemah, lemes. Mau ngapa-ngapain jadi males karena nggak ada tenaga. Itu adalah respon bahwa tubuh itu sedang dalam situasi melawan infeksi," kata Dicky pada, Minggu (13/9/2020).
Dia memaparkan, malaise adalah salah satu bentuk reaksi pertahanan tubuh.
Tujuannya adalah, agar tubuh beristirahat dan bisa berkonsentrasi untuk melawan ancaman yang masuk.
"Malaise tidak cuma di Covid-19. Semua penyakit infeksi itu umumnya mengalami gejala itu," kata Dicky.
Namun, Dicky menambahkan, ada perbedaan definisi antara malaise dengan kelelahan, atau yang dalam bahasa Inggris disebut fatigue.
"Fatigue adalah kelelahan yang teramat sangat, kurang energi, kurang motivasi. Itu berbeda dengan malaise, yang menjelaskan secara umum perasaan lelah. Karena disebut perasaan maka sifatnya subjektif," kata Dicky.
Kemudian apabila seseorang merasa mengalami malaise, kapan dia harus melakukan tes untuk mendeteksi keberadaan virus corona?
"Tinggal melihat perilakunya, katakanlah dalam dua minggu terakhir, berisiko tidak. Seperti misalnya, jarang pakai masker, sering kumpul-kumpul, kalau makan berdekatan, gowes bareng, termasuk bepergian dengan kendaraan umum," kata Dicky.
Jadi, Dicky menyebut, seseorang bisa mengukur sendiri apakah dirinya termasuk berisiko tertular Covid-19 atau tidak.
Jika merasakan gejala malaise, dan riwayat perilaku dalam dua minggu terakhir ternyata memang berisiko tinggi, maka Dicky menyarankan untuk segera mengambil tindakan.
Hal pertama, yang harus dilakukan adalah, mengistirahatkan diri di tempat tinggal masing-masing, baik itu di rumah maupun di kos. Jangan pulang kampung.
"Setelah itu dia bisa menghubungi tenaga kesehatan, atau menginformasikan kantornya bahwa dia merasakan sakit. Kemudian melakukan janji temu dengan dokter untuk pemeriksaan," kata Dicky.
Dia menyebut, perihal pemeriksaan Covid-19 tidak bisa dilakukan secara mendadak, kecuali bila memang merasa sakit parah, seperti sesak napas dan harus mendapat perawatan di IGD (Instalasi Gawat Darurat).
"Umumnya di Indonesia, kalau ada malaise itu disertai dengan gangguan penciuman. Dia tidak bisa mencium bau kuat, misalnya minyak kayu putih. Jika tidak sedang pilek dan kesulitan mencium bau, maka ada dugaan kuat terinfeksi Covid-19, tapi belum diagnosa," jelas Dicky. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Malaise, Salah Satu Gejala Ringan Pasien Covid-19"