Kemudian apabila seseorang merasa mengalami malaise, kapan dia harus melakukan tes untuk mendeteksi keberadaan virus corona?
"Tinggal melihat perilakunya, katakanlah dalam dua minggu terakhir, berisiko tidak. Seperti misalnya, jarang pakai masker, sering kumpul-kumpul, kalau makan berdekatan, gowes bareng, termasuk bepergian dengan kendaraan umum," kata Dicky.
Jadi, Dicky menyebut, seseorang bisa mengukur sendiri apakah dirinya termasuk berisiko tertular Covid-19 atau tidak.
Jika merasakan gejala malaise, dan riwayat perilaku dalam dua minggu terakhir ternyata memang berisiko tinggi, maka Dicky menyarankan untuk segera mengambil tindakan.
Hal pertama, yang harus dilakukan adalah, mengistirahatkan diri di tempat tinggal masing-masing, baik itu di rumah maupun di kos. Jangan pulang kampung.
"Setelah itu dia bisa menghubungi tenaga kesehatan, atau menginformasikan kantornya bahwa dia merasakan sakit. Kemudian melakukan janji temu dengan dokter untuk pemeriksaan," kata Dicky.
Dia menyebut, perihal pemeriksaan Covid-19 tidak bisa dilakukan secara mendadak, kecuali bila memang merasa sakit parah, seperti sesak napas dan harus mendapat perawatan di IGD (Instalasi Gawat Darurat).
"Umumnya di Indonesia, kalau ada malaise itu disertai dengan gangguan penciuman. Dia tidak bisa mencium bau kuat, misalnya minyak kayu putih. Jika tidak sedang pilek dan kesulitan mencium bau, maka ada dugaan kuat terinfeksi Covid-19, tapi belum diagnosa," jelas Dicky. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Malaise, Salah Satu Gejala Ringan Pasien Covid-19"