GridStar.ID - Berniat menagih hutang, perempuan bernama Febi Nur Amelia malah dituntut 2 tahun penjara.
Pasalnya, Febi menagih hutang pada Fitriani istri Kombes Ilsarudin dan informasinya bertugas di Mabes Polri lewat sosial media.
Melansir Kompas.com berikut bunyi unggahan Febi: “SEKETIKA TERINGAT SAMA IBU KOMBES YG BELUM BAYAR HUTANG 70 JUTA TOLONG BGT DONK IBU DIBAYAR HUTANGNYA YG SUDAH BERTAHUN-TAHUN @FITRI_BAKHTIAR . AKU SIH Y ORANGNYA GK RIBET KLO LAH MMNG PUNYA HUTANG INI ORANG SUSAH BGT PASTINYA AKU IKHLASKAN TAPI BERHUBUNG BELIAU INI KAYA RAYA JADI HARUS DIMINTA DONK BERDOSA JUGA KLO HUTANG GK DIBAYAR KAN @FITRI_BAKHTIAR. Nah ini Yg punya Hutang 70 Juta Ini foto diambil sewaktu Dibandarjakarta Horor klo ingat yg beginian Mati nanti bakal ditanya lho soal hutang piutang.”
Febi kukuh merasa Fitriani punya utang kepadanya sebesar Rp 70 juta. Uang ditransfer ke rekening suami Fitriani pada 12 Desember 2016.
Pada 2017, Febi menagih dan Fitriani mengaku belum bisa membayarnya lalu memblokir WhatsApp dan nomor seluler Febi.
Pada 2019, Febi mengirim pesan lewat Instagram.
Namun Fitriani malah menjawab tidak mengenal Febi dan tidak punya utang padanya.
Mungkin ini puncak kekesalan Febi yang melihat Fitriani tak punya itikad baik membayar uang yang sudah dipakainya.
Postingan Febi ternyata membuat sang "Ibu Kombes" merasa malu dan nama baiknya tercemar.
Dia lalu melaporkan Febi, kasusnya pun bergulir sampai Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Diketuai majelis hakim Sri Wahyuni, Jaksa Penuntut Umum Randi H Tambunan mendakwa Febi melanggar Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sidang perdana kasus ini mendapat respons dan simpati banyak pihak, khususnya kepada Febi yang dinilai terlalu baik.
"Maksud saya cuma ingin beliau membaca dan membayar utangnya," kata Febi.
Fitriani Manurung saat dikonfirmasi membantah dirinya kenal dan punya utang dengan Febi.
Ia mengaku cuma mengenal Febi karena sama-sama bergabung di Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI).
Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Medan ini meminta Febi menunjukkan bukti-bukti.
“Boleh dia buktikan dari mana aja. Bukti bisa dari SMS, dari WA, atau dari apa. Masa sih kita ngutang Rp 70 juta, itu kan uang banyak, nggak ada bukti apa-apa. Atau bukti tertulis, atau bukti apa, kan begitu. Kalau saya punya utang, pasti beliau duluan yang membuat laporan. Hukum di Indonesia bukan hukum buat-buatan, lho," ucap Fitriani.
Febi ditudingnya sudah berkali-kali memposting di Instagram bahwa Fitriani berutang.
“Beliau sudah mencemarkan nama baik saya. Saya malu, nama baik saya sudah tercemar makanya saya laporkan ke pihak yang berwajib,” katanya lagi.
Laporan polisi tersebut, lanjut Fitriani, sudah melewati proses panjang untuk membuktikan bahwa perbuatan Febi memposting keterangan foto di History Istragam miliknya telah menghina dan mencemarkan nama baik.
Dugaan penghinaan itu didukung keterangan ahli ITE dan bahasa.
"Ada berita di media bahwa saya memblokir Instagram sehingga dia tidak bisa DM saya. Logikanya, kalau dia saya blokir, bisa gak dia nge-tag saya, kan? Nggak bisa. Kan, dia nge-tag saya, nama saya jelas Fitri Bakhtiar. Kalau Instagram diblokir, jangankan nge-tag, nyari nama aja nggak bisa. Makanya kalau ngomong itu harus dengan fakta, buktinya," kata Fitriani.
Agenda persidangan kasus ini lebih banyak ditunda karena Covid-19 dan kendala menghadirkan beberapa saksi, seperti Kombes Ilsarudin yang berada di Jakarta.
Namun akhirnya, Selasa (14/07), sidang memasuki agenda penuntutan.
Jaksa Randi Tambunan menuntut Febi dengan Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Menuntut terdakwa Febi Nur Amelia dengan hukuman pidana dua tahun penjara," kata Randy.
Febi yang dimintai hakim tanggapannya atas tuntutan jaksa mengatakan akan menjawabnya dalam nota pembelaan.
Sidang ditutup dan dibuka kembali pada 28 Juli 2020 dengan agenda pledoi.
(*)