Dia mengatakan, PT MTB yang memberangkatkan para ABK WNI tersebut tidak memiliki izin operasional, yaitu Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) dari Kemenhub dan Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran (SP3MI) dari Kemenaker.
Berdasarkan catatan DFW Indonesia, sampai saat ini terdapat 27 orang ABK Indonesia yang menjadi korban dari PT MTB dengan status meninggal, hilang, dan selamat.
Abdi menuturkan, kejadian ini menambah daftar korban ABK Indonesia yang direkrut dan dikirim bekerja ke kapal ikan China oleh PT MTB.
"Korban TPPO yang diberangkatkan oleh PT MTB bukan dari Tegal dan Jateng saja, tapi dari Pematang Siantar, Padang, Magetan, NTB, Lampung, dan Jakarta. Sehingga, kasus PT MTB semestinya ditangani oleh Bareskrim," tutur Abdi.
Saat ini kasus tersebut masih dalam pengembangan karena ada dugaan tindakan penganiayaan, pencucian uang, dan tindak perdagangan manusia.
Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul Di Selat Philip, Nyawa Hasan Hilang di Tangan Mandor Kapal China.(*)