GridStar.ID-Indonesia hingga kini masih berperang melawan wabah corona.
Sudah sejak Maret lalu, pemerintah mengimbau masyarakat agar tetap di rumah jika tidak ada keperluan di luar dan menghindari kerumunan.
Akan tetapi, menjelang lebaran seperti saat ini, malah banyak masyarakat yang menganggap remeh virus ini.
Bukan rahasia lagi jika kini, banyak dijumpai pusat-pusat perbelanjaan yang penuh sesak oleh orang-orang.
Masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang kesadaran akan bahaya virus yang menyerang paru-paru ini.
Padahal, sudah banyak contoh nyata akibat apa yang akan didapat jika menganggap remeh pandemi ini.
Seperti yang dilansir dari BangkaPos.com, ada satu negara yang menganggap remeh pandemi Covid-19.
Negara tersebut adalah Brazil.
Presidennya Jair Bolsonaro, berulang kali mengatakan Covid-19 seperti flu musiman, dan memaksa gubernur negara bagian untuk menghetikan pebatasan ketat.
Namun kenyataanya Covid-19 telah merengut nyaawa 16.000 penduduk negara tersebut.
Jumlah kasus positif bertambah mencapai 241.000 menjadikannya negara ke-5 dengan infeksi Covid-19 terbesar di dunia.
Brazil hanya berada di belakang, AS, Rusia, Spanyol, dan Inggris, bahkan ada kemungkinan jumlahnya lebih tinggi dari data sebenarnya.
Menurut 24h.com.vn, terlepas dari angka-angka tersebut, Presiden Bolsonaro masih melakukan protes tentang pemberhentian lockdown.
Pada 17 Mei dikatakan sebagai kali terakhir, presiden Brazil secara sewenang-wenang melanggar tatanan sosial untuk meninggalkan gedung dan menentang lockdown.
"Di atas semua itu, orang-orang ingin bebas," kata Bolsonaro dalam protes tersebut.
"Mereka menginginkan demokrasi mereka ingin dihargai," jelasnya.
Dia ingin mengembalikan perekonomian rakyat secepat mungkin, maka dia menentang keras pembatasan wilayan dan lockdown.
Namun, survey membuktikan dua pertiga populasi Brazil mendukung blokade yang dilaksanakan 27 gubernur negara bagian.
Artinya suara yang digaungkan Presiden Brazil tidak didengat oleh msayarakat, dan justru memilih pendapat bertetangan dengan presiden.
Presiden Bolsonaro mencoba menggunakan wewenangnya untuk mendorong pembukaan kembali gedung olahraga, tempat umum, dan sarana bisnis lainnya.
Ini juga membuat presiden 56 tahun itu berselisih dengan penasihatnya sendiri.
Dalam sebulan dua menteri kesehatan Brazil mengundurkan diri, setelah berbeda pendapat dengan Presiden Bolsonaro.
Proses pengujian Covid-19 di Brazil juga dinilai lambat daripada negara lainnya.
Kementerian Kesehatan negara mengatakan, telah melakukan hampir 338.000 tes baru di laboratorium sejak awal pekan lalu.
Baca Juga: Pemerintah Geser Cuti Bersama, Libur Lebaran 2020 Hanya Dua Hari
Sementara negara Eropa sudah melakukan pengetesan pada 1,9 juta tes dan diagnosis Covid-19 selama sepekan terakhir.
Hingga saat ini Brazil juga masih terus mengalami peningkatan jumlah pasien Covid-19.
Namun, Presiden Bolsonaro treus menyuarakan untuk menghentikan lockdown dan pembatasan wilayan lalu membuka kembali sarana bisnis untuk mengembalikan ekonomi. (*)