GridStar.ID - Kisah miris dibawa oleh ABK Indonesia yang bekerja di kapal China Long Xing 629.
Lima orang ABK menuturkan pengalamannya saat berada di kapal tersebut termasuk kejadian dilarungnya empat orang rekannya ke laut lepas.
Banyak kejadian tak manusiawi dialami mereka saat bekerja di kapal.
Kini mereka dan sembilan ABK yang lain sedang berada di Busan Korea Selatan, dan akan kembali ke Indonesia pada Jumat (08/05).
Diketahui ada 4 orang ABK meninggal dunia, 3 orang dilarung di laut, sedangkan satu orang lainnya berada di fasilitas kesehatan di Busan.
ABK yang masih berada di Busan tersebut menceritakan pengalamannya selama berada di kapal tersebut.
BR, salah satu ABK Indonesia menyampaikan bahwa mereka diminta untuk terus bekerja, dan hanya memiliki waktu singkat untuk istirahat.
"Bekerja terus, buat makan (hanya dapat waktu) sekitar 10 menit dan 15 menit. Kami bekerja mulai jam 11 siang sampai jam 4 dan 5 pagi," ujarnya dalam wawancara melalui video online, Kamis (07/05) dikutip dari Kompas.com.
Hal ini dirasakan mereka setiap harinya, dan salah satu rekan BR, MY juga mengungkapkan hal yang sama.
Terkadang ia dan yang lain hanya tidur 3 jam untuk mendapatkan target ikan.
"Kalau kita ngeburu kerjaan (mencari ikan), kadang kita tidur cuma tiga jam," ungkapnya.
BR juga tak bisa melakukan protes karena pekerjaannya berada di tengah laut.
Jam kerja sendiri rupanya tak tertulis di dalam kontrak, hal ini rupanya baru diatur oleh kapten kapal saat berada di laut.
Masalah lain yang dihadapi ABK ini adalah mengenai makanan dan minuman yang dikonsumsinya selama berada di laut.
NA salah satu ABK menyampaikan bahwa jatah makan yang didapatkan dibedakan dengan orang lain.
"Air minumnya, kalau dia minum air mineral, kalau kami minum air sulingan dari air laut," ungkap NA. "Kalau makanan, mereka makan yang segar-segar...," kata NA.
Lebih lanjut KR asal Manado menyampaikan bahwa tak jarang mereka makan ikan yang biasa dipakai sebagai umpan.
"Mereka makan enak-enak, kalau kami sering kali makan ikan yang biasanya buat umpan itu." kata KR.
Para ABK sempat mencoba mempertahankan jenazah temannya yang meninggal di kapal agar bisa dimakamkan dengan layak di daratan.
Mereka menyimpan jenazah tersebut di ruang pendingin namun hal ini ditolak oleh kapten kapal.
Kami sudah ngotot, tapi kami tidak bisa memaksa, wewenang dari dia [kapten kapal] semua," kata NA. "Mereka beralasan, kalau mayat dibawa ke daratan, semua negara akan menolaknya," ujar NA menirukan jawaban kapten kapal.
Karena hal tersebut mereka akhirnya memandikan dan melakukan salat jenazah pada rekannya yang meninggal dan akhirnya dilarung di lautan.
MY menyampaikan bahwa hal ini melanggar kontrak yang dilakukan di mana jenazah ABK bisa dipulangkan. (*)