Pertanyaan soal kekebalan adalah salah satu faktor utama yang tak hanya membantu memahami perilaku panedmi ini, tetapi juga menyediakan jawaban tipe vaksin apa yang dibutuhkan untuk memeranginya.
Melansir Tribunwow, dalam percakapan dengan BBC Mundo, peneliti pada Dewan Riset Nasional Spanyol (CSIC) menjelaskan kasus-kasus ini bisa jadi virus yang "hidup kembali" ketimbang terulangnya infeksi.
"Penjelasan saya, di antara beberapa yang mungkin, secara umum Virus Corona ini memang membuat orang mengembangkan kekebalan, tapi respons kekebalan itu tampaknya tidak terlalu kuat".
"Maka ketika respons kekebalan melonggar, virus yang masih ada di beberapa saluran tubuh muncul kembali," paparnya.
Salah seorang ahli virus yang paling banyak meneliti tentang Covid-19 di Spanyol, Isidoro Martinez, memperkirakan bahwa virus itu tertinggal di tubuh selama tiga bulan atau lebih.
"Standarnya, seseorang yang telah terinfeksi seharusnya menjadi positif, atau telah mengembangkan kekebalan. Dan jika ia telah kebal, virus seharusnya tidak muncul lagi. Namun penginfeksinya bisa tetap ada di jaringan khusus yang mungkin tidak terpapar sistem pertahanan tubuh sebagaimana organ tubuh lainnya," katanya
Ia emastikan bahwa sekalipun ada kemungkinan infeksi ulang Virus Corona, tetap saja aneh apabila itu terjadi dengan segera, seperti halnya yang terjadi pada pasien Jepang tadi.
"Yang biasanya terjadi adalah, jika kekebalan tak bertahan lama, dalam epidemi seperti ini, maka dalam setahun atau dua tahun kita bisa terinfeksi lagi. Itu yang normal," katanya kepada BBC Mundo.