"Nilainya milik peserta, bukan milik siapa-siapa. Berbeda dengan tax base, APBN, atau apa yang disebut asuransi komersial. Kalau tidak ada peserta, tidak mungkin dari APBN mengeluarkan uang. Sedangkan BPJS itu bukan APBN. Ini yang bisa kita perdebatkan," ungkap Ghufron.
Independensi BPJS Kesehatan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama sejumlah organisasi profesi dan organisasi masyarakat seperti Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, dan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia juga mempertanyakan bunyi pasal tersebut.
Mereka menilai, RUU Kesehatan berpotensi untuk menghilangkan independensi BPJS yang sebelumnya telah diatur dalam UU BPJS.
Jika kemudian BPJS bertanggung jawab kepada kepada Presiden melalui Kementerian Kesehatan maka mengindikasikan adanya upaya menjadikan BPJS sebagai instrumen birokrasi Pemerintah.
Dibantah Jubir Kemenkes RI
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membantah bahwa BPJS Kesehatan akan berada di bawah Kemenkes apabila RUU Kesehatan disahkan.
Juru Bicara Kemenkes dr. Mohammad Syahril membantah kekhawatiran soal BPJS Kesehatan akan berada di bawah Kemenkes dalam UU Kesehatan.
"Menanggapi protes oleh beberapa pihak terkait isu keberadaan BPJS Kesehatan yang akan ada di bawah Menteri Kesehatan, dengan ini kami Kementerian Kesehatan, sebagai koordinator wakil pemerintah dalam pembahasan RUU, membantah isu tersebut," kata Syahril kepada Kompas.com (14/3/2023).
Menurutnya, sesuai dengan Bab XIII RUU Kesehatan Pasal 425, dijelaskan bahwa BPJS tetap merupakan badan hukum publik dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan.
"Jadi tetap berada di bawah Presiden namun berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan. Jadi BPJS tidak berada di dalam struktur Kemenkes," ungkapnya. (*)