Dr. Cut Nurul Hafifah, Sp.A (K) menyampaikan, puasa terkadang bisa memengaruhi kondisi tubuh anak.
Setelah menjalani puasa selama enam jam, cadangan gula darah dalam tubuh atau glikogen bakal dipecah agar kadar gula dalam darah terkontrol.
Apabila puasa dilanjutkan sampai 16 jam, cadangan glikogen bisa habis. Ketika sudah tidak cadangan glikogen, tubuh akan menggunakan lemak sebagai sumber energi.
Semakin kecil usia anak, maka cadangan glikogen yang dimiliki semakin sedikit.
Untuk itu, bayi dan balita lebih berisiko mengalami hipoglikemia atau kadar gula darah menurun.
"Anak yang berusia di bawah usia tujuh tahun merupakan kelompok yang lebih berisiko mengalami hipoglikemia apabila berpuasa," kata Cut.
Selain itu, perubahan pola tidur saat bangun sahur juga dapat berdampak pada kemampuan di sekolah.
Seiring berjalannya usia, dampak kesehatan yang tak diinginkan akibat puasa lebih minim atau jarang ditemui.
Ketika anak sudah memasuki usia akil balig, risiko hipoglikemia juga berkurang secara signifikan seiring meningkatnya kemampuan anak menahan lapar dan haus.
Jika orangtua ragu-ragu di umur berapa anak sebaiknya belajar puasa karena si kecil memiliki masalah kesehatan atau kondisi khusus, jangan sungkan berkonsultasi ke dokter yang biasanya menangani anak. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judulKapan Sebaiknya Anak Belajar Puasa? Ini Penjelasan Dokter