"Kalau sembahyang Buddhanya itu dia (Ayahnya) pakai bahasa Jepang gitu. Ada kayak tasbihnya, dia harus bersila berdoa dengan bahasa Jepang dan menggunakan kayak canting gitu," curhatnya seperti ddikutip dari kompas.tv.
Dian juga menjelaskan, Ayah merupakan lelaki kelahiran Jawa Muslim yang pada akhirnya ketika dewasa menemukan kepercayaannya sendiri di Buddha.
Bahkan terhitung sebagai penganut Buddha yang sangat taat, seperti Biksu.
"Dia tuh menjalani hidup tuh udah kayak Biksu, yang gak minum minuman keras sama sekali, ga ngerokok, kadang-kadang gak mau makan daging," tuturnya.
Baca Juga: Tips Diet ala Dian Sastro yang Bikin Langsing dan Awet Muda!
Bahkan karena hampir setiap hari Ayah tidak pernah absen melakukan ritual, Dian kecil pernah menanyakan mengenai pekerjaan sang Ayah.
Hal itu dikemukakannya setelah melihat rata-rata pekerjaan Ayah teman-temannya yang perlu pergi ke kantor. Sementara, Ayah Dian hanya sibuk meditasi dan melakukan kegiatan spiritual setiap pagi.
"Trus saking biksunya, sampai gue tuh sebagai anak kecil SD tuh ngeliat Bapak di rumah melulu pakai sarung. Bapak kerjanya ngapain sih?," ungkapnya.
Hal tersebut sempat juga membuat Dian berada dititik minim kadar hormat kepada Ayah. Hingga kemudian semuanya berubah ketika Ariawan Rusdianto Sastrowardoyo, Ayah Dian meninggal dunia.
Saat itu, Dian masih berusia sekitar 13 tahun. Ada penyesalan yang hadir dan itulah awal mula Dian memiliki semangat untuk belajar banyak tentang filsafat termasuk pencarian mengenai kepercayaan yang harus dianutnya.