Raja Vajiralongkorn yang naik takhta sejak kematian ayahnya, Raja Bhumibol Adulyadej pada 2016, mengalihkan semua kepemilikan di perusahaan besar yang dikenal sebagai Biro Properti Mahkota (CPB) ke kepemilikan pribadinya.
Dengan itu, Vajiralongkorn mampu mengendalikan lebih banyak kekayaan dibandingkan Raja Saudi, Sultan Brunei dan bahkan Kerajaan Inggris.
CPB merupakan salah satu kekayaan kerajaan terbesar di dunia.
Perusahaan induk rahasia yang kepemilikan sahamnya ada di perusahaan-perusahaan blue-chip Thailand, tepatnya di ibu kota Bangkok. Melalui biro tersebut juga, menurut Los Angeles Times, Vajiralongkorn mampu membayar semua beban yang dipanggulnya sebelum naik takhta; tuduhan korupsi terhadap orang tua, saudara laki-lakinya dan pamannya yang juga diturunkan dari jabatan seniornya sebagai polisi.
Aset yang diperkirakan memiliki nominal 70 miliar dollar AS itu kini dituntut oleh gerakan pro-demokrasi yang meminta transparansi keuangan monarki dan batasan pada kekuatannya yang selama ini diketahui sangat luas.
“Ketika para pengunjuk rasa berbicara tentang monarki sebagai sebuah institusi, CPB adalah intinya,” kata Pongkwan Sawasdipakdi, dosen di Thammasat dan kandidat doktor dalam hubungan internasional di USC seperti dikutip LA Times.
"Salah satu hal utama yang dipikirkan orang adalah bagaimana monarki dapat mengumpulkan kekayaan yang sangat tinggi dan kami benar-benar tidak tahu apapun soal itu."
Dibuat sejak tahun 1936, CPB alias Biro Properti Mahkota beroperasi 'di dunia bawah' yang legal, tidak termasuk dalam lembaga pemerintah maupun swasta atau pun bagian dari istana.
Dewan direksi, yang dipilih sendiri oleh raja, tidak merilis laporan keuangan.