Pangi menyinggung sikap Presiden Jokowi, KPU, partai politik yang kompak menginginkan pilkada tetap dilanjutkan di tengah pandemi Covid-19.
Ia membandingkan, sikap Pemerintah Indonesia dengan Selandia Baru.
Adapun Pemerintah Selandia Baru menunda agenda politik di tingkat pemilihan presiden (pilpres) karena pandemi Covid-19.
Di sisi lain, Pangi juga mengaku heran dengan sikap pemerintah yang bisa menunda pelaksanaan pilkades, tetapi sulit untuk menunda Pilkada 2020.
"Kalau alasan pilkada dipaksakan hanya karena kalkulasi hitung-hitung pertumbuhan ekonomi, pilkada bisa meningkat daya beli, terjadi sirkulasi jumlah uang ke tengah masyarakat, belanja pembuatan spanduk, baliho, alat peraga, dan lain-lain, menurut saya ini jelas alasan yang kurang tepat," ucap dia.
Tak hanya itu, Pangi menilai, para elite terlihat khawatir jika pilkada ditunda, masa jabatan kepala daerah akan berakhir pada Februari 2021, sehingga ada 240 daerah kemungkinan dipimpin oleh pelaksana tugas (Plt) kepala daerah.
Sementara itu, menurut Pangi, plt kepala daerah justru menguntungkan Kemendagri dan seorang plt tak bisa mengambil kebijakan strategis.
"Padahal, solusinya banyak, sementara dipilih DPRD, bisa juga gubernur ditunjuk presiden sebagai perpanjangan pemerintah daerah, mungkin saja sementara plt bupati/walikota ditunjuk Gubernur, masih banyak pola-pola lainnya, asal punya itikad baik," tutur dia.
Lebih lanjut, Pangi mengatakan, sudah banyak institusi yang meminta pemerintah, DPR, dan KPU menunda pelaksanaan Pilkada 2020 untuk memprioritaskan kesehatan masyarakat di tengah pandemi.