"Ayah saya Muhammad Adam. Saya anak mantan pejuang GAM."
Ayah Junizar meninggal tertembak bersama abang kandung, dua sepupu dan tiga warga Panca lainnya.
Usai itu, kehidupan kehidupan Junizar berlalu layaknya anak lain.
Sekolah, pulang, dan bermain. Hanya saja ia merasa butuh kasih sayang seorang ayah.
Hal yang membuat ia setiap harinya menghabiskan waktu di rumah teman yang bapaknya seorang guru mengaji.
"Ayah dia seperti ayah saya. Beliau menganggap saya seperti anak sendiri," kata Junizar.
Junizar kemudian melanjutkan SMP di sebuah panti di Banda Aceh. Saat itulah ia merasa sendiri. Tidak ada orang tua.
Saat melihat orang tua kawannya datang mengambil rapor, tapi dirinya hanya diwakilkan pengasuh panti.
"Saya sedih. Saya seperti marah. Semua gara-gara konflik," kata Junizar.