Usai beberapa bulan dibentuk, kritik pernah disampaikan oleh Gayus Lumbuun yang saat itu masih duduk sebagai Anggota Komisi III DPR RI, sebagaimana dikutip Harian Kompas (28/2/2005).
Saat itu Gayus menyoroti semestinya tim gabungan pemburu koruptor tidak hanya memburu terpidana koruptor yang kabur, melainkan juga menangkap orang-orang yang turut serta dalam korupsi, dan melacak aset hasil korupsi.
Ketika itu Gayus menyampaikan timbul kesan, selama ini konsentrasi perburuan hanya diarahkan pada koruptor yang kabur.
Padahal, seharusnya aset yang masih berada di Indonesia juga dapat didata.
Baca Juga: Cucu SBY Terbaring Lemah di Rumah Sakit, Annisa Pohan TunjukkanKondisi Putrinya dan Mohon Doa
Penghitungan dan pendataan aset ini sejalan dengan adanya hukuman berupa pembayaran uang pengganti kepada negara.
Tim Pemburu Koruptor saat itu juga dianggap tak perlu ada karena kinerja tim tidak jelas dan tumpang tindih dengan bidang lain.
"Tidak seimbang antara biaya yang dikeluarkan dan hasil Tim Pemburu mengembalikan aset negara," ujar Gayus Lambuun mengutip Harian Kompas, Selasa (12/8/2009). Kerja tim yang dibentuk juga dianggap tak segarang namanya.
Mengutip Kompas.id (13/7/2020), catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), dari 16 buronan yang jadi buruan tim, hanya empat yang ditangkap selama delapan tahun tim bekerja.
Adapun salah satu kendala, buronan berada di negara yang tak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.