"Kalau mau tambah utang ya bisa, tapi bunganya makin mempersempit ruang fiskal nanti," lanjut dia.
Bhima menjelaskan, kenaikan status tersebut juga akan mengancam serapan tenaga kerja jika tak dibarengi dengan perubahan struktur ekonomi.
Menurut Bhima, porsi industri manufaktur terhadap PDB per triwulan I 2020 terus mengalami penurunan di bawah 20 persen, sementara deindustrialisasi prematur masih terus berjalan.
Idealnya, sektor itulah yang harus didorong karena memiliki nilai tambah dan serapan kerja yang besar.
"Kita terlalu cepat masuk ke sektor jasa, oleh karena itu motor ekonominya rapuh. Ini harus diperbaiki untuk lepas dari jebakan kelas menengah," jelas Bhima.
Dia juga mengingatkan agar pemerintah tidak berbangga dulu atas kenaikan itu.
Alasannya, status Indonesia masih negara berpendapatan menengah. Ketentuan itu berasal dari kategorisasi Bank Dunia, yaitu lower middle income GNI per kapitanya 1.026-3.995 dollar AS, sementara upper middle 3.996-12.375 dollar AS. Ketentuan ini baru diperbarui per Juli 2019. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Naik Status Jadi Negara Upper Middle Income, Apa Dampaknya bagi Indonesia?