Fadjry mengklaim, dari testimoni beberapa pasien yang sudah menggunakan, ada yang mengaku merasa kondisinya lebih baik setelah menggunakan produk eucalyptus tersebut.
"Dari testimoni yang sudah menggunakan, mereka merasa agak enakan seperti pernapasan lancar dan agak sehat setelah menggunakan ini," kata Fadjry.
Fadjry mengatakan, saat ini Balitbangtan melalui Balai Besar Penelitian Veteiner, Balai Tanaman Rempah dan Obat serta Balai Besar Pasca-Panen tengah menguji beberapa tanaman herbal termasuk eucalyptus terhadap virus Gammacorona dan Beta coronavirus Clade 2a sebagai model dari virus corona.
Hasilnya, eucalyptus menunjukkan antivirus 80-100 persen tergantung jenis virus, termasuk virus corona yang digunakan dalam pengujian, serta virus influenza H5N1.
Produk yang dihasilkan Kementan ini masih diproduksi dalam jumlah terbatas. Saat ditanya apakah peluncuran produk ini telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan BPOM, Fadjry mengatakan, perwakilan Kemenkes hadir dalam launching produk tersebut.
“Kemarin launching hadir dari Kemenkes, Kepala Badan Litbang-nya. Sudah ada perusahaan yang berminat untuk produksi massal,” kata Fadjry. Seperti diberitakan Kompas.com, Sabtu (09/05), produk Kementan yang dihasilkan tersedia dalam bentuk inhaler, roll on, salep, balsem, dan diffuser.
“Selama ini penggunaan minyak kayu putih tidak untuk diminum tapi dioles di tempat tertentu dan sebagainya. Kami sedang membuat permen eucalyptus supaya bisa dikonsumsi,” kata Fadjry.
Ia mengklaim, produk eucalyptus yang diproduksi Kementan berbeda dengan kayu putih yang selama ini ada di pasaran.
“Ini (produk Kementan) sudah menggunakan teknologi nano sehingga efektivitas dan kualitas produk lebih baik serta stabil,” ujar dia. (*)