GridStar.ID - Baru-baru ini viral unggahan yang menceritakan seorang penjual di sebuah online shop yang mendapat surat tagihan pajak.
Tagihan yang tertera dalam surat itu pun cukup besar, yaitu Rp 35 juta.
Pastinya hal ini membuat heboh jagat maya hingga viral di media sosial.
Baca Juga: Jangan Sampai Nyesel Baru Tahu, Begini Aturan PPKM Mulai dari Sekolah Tatap Muka hingga Mall!
"Sekadar info teman2 bagi yang jualan di sh*p*e saya infokan mulai sekarang perhitungkan mengenai penerapan harga jual ya...Karena penjualan kita dr awal sh*p*e sampai sekarang ternyata dihitung dan data kita di sh*p*e dikasih ke kantor pajak.
Ini giliran saya kena... Saya harus bayar pajak ke pratama sekian juta... Temen saya juga kena sekitar 35 juta. Yg belum kena tunggu saja.
Mulai sekarang perhitungkan jualan di sh*p*e dengan potongan pajak, admin dll Kecuali bagi yang sudah memiliki NPWP. Karena akan terdeteksi langsung biasanya...," tulis akun @txtdarionlshop pada Kamis (25/11).
Berkaca dengan kejadian tersebut, ini aturan pajak untuk UMKM atau pengusaha online shop.
Aturan pajak bagi UMKM atau pengusaha online
Pajak 0,5 persen untuk UMKM
Pajak atas UMKM diberikan kepada penjual baik melalui e-commerce ataupun toko ritel sebesar 0,5 persen dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu tahun.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018. PP tersebut bahkan menurunkan tarif pajak yang sebelumnya 1 persen, menjadi 0,5 persen. Tarif ini dikenakan berdasarkan penghasilan bruto.
Selain memberikan pengurangan pajak penghasilan (PPh) final menjadi 0,5 persen, PP Nomor 23 Tahun 2018 juga mengatur mengenai alokasi waktu pembayaran pajak.
Alokasi waktu ini dapat digunakan UMKM untuk belajar pembukuan dan pelaporan keuangan yaitu 7 tahun untuk wajib pajak (WP) perorangan, 4 tahun untuk WP badan usaha berbentuk koperasi, CV, atau firma, dan 3 tahun untuk WP badan berupa perseroan terbatas.
Adapun DJP akan mengirimkan surat kepada wajib pajak, agar wajib pajak bisa memberikan klarifikasi terkait kewajiban perpajakannya.
Pajak untuk omzet lebih dari Rp 4,8 miliar
Diberitkaan Kompas.com, Rabu (24/11/2021), Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan, besaran jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak, termasuk oleh pelaku usaha digital, sangat bergantung dari peredaran usaha (omzet) serta berapa lama kewajiban perpajakannya tidak dipenuhi.
"Jika omzetnya melebihi Rp 4,8 miliar per tahun berlaku skema penghitungan secara normal melalui pembukuan atau norma penghitungan penghasilan neto," jelas dia.
Hal ini diatur berdasarkan Undang-Undang PPh Pasal 17.
Pasal 17 ayat 5 yaitu besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) dikalikan dengan pajak yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak.
Berdasarkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), penghasilan Rp 500 juta - Rp 5 miliar akan dikenakan pajak 30 persen. Sementara, di atas Rp 5 miliar per tahun akan dikenakan pajak 35 persen.
UU HPP berlaku 2022
Setelah disahkannya UU HPP, pemerintah bakal membebaskan PPh untuk UMKM perseorangan dengan penghasilan di bawah Rp 500 juta per tahun.
"Selama ini UMKM kita tidak ada batas tadi sehingga peredaran bruto yang hanya Rp 10 juta sampai Rp 100 juta per tahun, dia tetap kena pajak 0,5 persen. Jadi ini sangat jelas banyak sekali usaha kecil mikro yang peredaran bruto di bawah Rp 500 juta tak lagi bayar tarif 0,5 persen," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagaimana diberitakan Kompas.com, Jumat (8/10/2021).
UMKM yang berpenghasilan di bawah Rp 500 juta per tahun yang semula dikenakan PPh final 0,5 persen, akan dikenai pajak menjadi 0 persen. Namun, hal ini baru akan berlaku pada Tahun Pajak 2022, tepatnya pada 1 April 2022.
Berikut ini contoh mekanisme perhitungannya.
1. UMKM dengan penghasilan Rp 35 juta per bulan
Penghasilan bruto × 12 bulan Rp 35 juta × 12 (bulan) = Rp 420 juta per tahun.
Artinya, UMKM tersebut tidak dikenakan pajak karena penghasilan di bawah Rp 500 juta per tahun.
2. UMKM dengan penghasilan Rp 100 juta per bulan
Penghasilan bruto × 12 bulan Rp 100 juta × 12 (bulan) = Rp 1,2 miliar per tahun.
Karena penghasilan Rp 1,2 miliar sudah masuk penghasilan kena pajak (PKP), maka dikenakan PPh final 0,5 persen, dengan rincian 5 bulan pertama bebas pajak, dan bulan 6-12 berikutnya kena pajak 0,5 persen.
Penghasilan bruto 7 bulan × 0,5 persen = Rp 700 juta × 0,5 persen = Rp 3,5 juta. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judulBegini Aturan Pajak bagi UMKM atau Pengusaha Olshop