GridStar.ID - Siapa yang tidak kenal dengan sosok Menteri Keuangan Sri Mulyani?Beberapa waktu yang lalu terungkap, Sri Mulyani ungkap fakta upaya menyelamatkan keuangan negara melalui perbaikan pembukuan aset.Hal itu terbongkar melalui unggahan Juru Bicara Presiden RI Fadjroel Rachman di akun Instagram @jubir_presidenri, pada Senin (19/10).
Baca Juga: Ditolak Mati-matian di Negeri Sendiri, Sri Mulyani Beberkan UU Cipta Kerja Justu Dipuji Kancah Internasional karena Hal IniVideo itu memperlihatkan Sri Mulyani sedang memberikan kuliah umum.Kulih umum pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 25 September 2018 lalu.Dalam video itu, ia mengatakan ada barang milik negara yang tak tercatat milik negara.Baca Juga: Angin Segar di Tengah Pandemi Covid-19, Sri Mulyani Umumkan Bansos dari Pemerintah yang Janjikan Subsidi Bunga KPR dan Kendaraan Bermotor, Bagaimana Cara Mendapatkannya?
Melansir Sosok.id, "Mulainya Republik Indonesia enggak punya neraca," papar Sri Mulyani.Tidak ada pembukuan yang mengukuhkan untuk membuktikan bahwa itu adalah benar milik negara."Jadi barang milik negara pun tidak diadministrasikan, tidak di-record," katanya.
Baca Juga: Bersurat dengan Sri Mulyani, Kemenkeu Tetap Minta Bambang Trihatmodjo Tuntaskan Utang-Piutang NegaraIa menyebutkan hal itu sudah terjadi sejak masa kepemimpinan Presiden Soeharto.Padahal kala itu Soeharto memimpin bangsa ini dalam kurun waktu sekira lebih dari 30 tahun, yakni sejak 12 Maret 1967 sampai 21 Mei 1998."Kita asal bangun. Waktu Pak Harto 30 tahun bangun banyak sekali, enggak ada pembukuannya (aset negara)," ungkap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
"Jadi waktu terjadi krisis kemudian kita punya Undang-undang Keuangan dan Perbendaharaan Negara, kita baru mulai membangun neraca keuangan," lanjutnya.Pada proses pembukuan tersebut, Sri Mulyani menyebutkan hal pertama yang dilakukan adalah mencatat aset-aset penting yang menjadi milik negara.Ia menuturkan dulu banyak aset negara yang diperjualbelikan dengan mudah karena tidak tercatat kepemilikannya.
Baca Juga: Sudah 7 Bulan Indonesia Didera Pandemi Covid-19, Sri Mulyani Sudah Wanti-Wanti September Bakal Resesi, Ekonom Ramalkan: Tren Orang Miskin Baru Naik"Di situ baru mulai muncul, 'Mari kita membukukan dan me-record'. Pertama mengadministrasikan, masukkan dulu dalam buku," tutur Sri Mulyani."Belum lagi tanah-tanah. Kalau menterinya lagi senang, saya kepengin jual tanah, saya jual tanah saja," lanjutnya.Akibatnya, banyak aset penting yang hilang begitu saja.Baca Juga: Sri Mulyani Ceritakan Cerdasnya Presiden Joko Widodo yang Manfaatkan Krisis Ekonomi Tahun 1998 Menjadi Berkah hingga Kaitkan Kemampuannya dalam Atasi Pandemi
"Karena dulu enggak pernah ada pengadministrasian, sehingga banyak sekali republik itu kehilangan cukup banyak aset strategis," kata Menkeu.Ia memberi contoh pada kompleks Senayan yang dibangun pada era Presiden Soekarno.Saat itu Bung Karno membangun kompleks Manggala Warna Bakti, TVRI, Hotel Hilton, Hotel Mulia, sampai Plaza Senayan.
Baca Juga: Sri Mulyani Blak-blakan Singgung Menteri Baru yang Belum Berpengalaman Tangani Dana Covid-19, Bendahara Negara: Menyiram Uang ke Masyarakat, Tak Seperti Menyiram Toilet!Seluruh area tersebut merupakan milik negara."Salah satu contoh yang barangkali Anda lihat adalah kompleks Senayan Gelora Bung Karno," jelas Sri Mulyani.Meskipun begitu, negara kehilangan status kepemilikannya karena tidak pernah tercatat dalam administrasi.
Baca Juga: Sudah 7 Bulan Indonesia Didera Pandemi Covid-19, Sri Mulyani Sudah Wanti-Wanti September Bakal Resesi, Ekonom Ramalkan: Tren Orang Miskin Baru NaikIa memberi contoh pada area Hotel Hilton yang kini bernama Hotel Sultan."Karena tidak pernah dibukukan, suatu saat terjadi kerja sama, tiba-tiba swasta sudah punya titel," ungkap mantan Kepala Bappenas ini."Sehingga waktu kita membuat pembukuan, Hotel Hilton itu sudah tidak ada titelnya. Kita hilang," tambah Sri Mulyani.Ia menuturkan, pemerintah harus berupaya keras mengembalikan Hotel Hilton menjadi milik negara kembali, dengan syarat boleh dipakai dalam kerja sama dengan swasta.(*)