Menurut Erma, pembentukan vorteks yang sangat intensif di Samudera Hindia sejak awal Juni, diprediksi akan bertahan sepanjang periode musim kemarau.
"Sehingga berpotensi menimbulkan anomali musim kemarau yang cenderung basah sepanjang bulan Juli-Oktober pada tahun ini," kata Erma dikutip dari unggahan akun Instagram Lapan, Selasa (22/06).
Dipole Mode negatif di Samudera Hindia
Erma mengatakan, potensi anomali musim kemarau basah itu juga diperkuat dengan prediksi pembentukan Dipole Mode negatif di Samudera Hindia.
Menurut Erma, fenomena tersebut berpotensi menimbulkan fase basah di barat Indonesia.
Dia menjelaskan, Dipole Mode itu ditandai dengan penghangatan suhu permukaan laut di Samudera Hindia dekat Sumatera.
"Sedangkan sebaliknya di wilayah dekat Afrika mengalami pendinginan suhu permukaan laut," ujar Erma.
Erma mengatakan, kondisi tersebut mengakibatkan pemusatan aktivitas awan dan hujan terjadi di Samudera Hindia sebelah barat Sumatera.
"Sehingga berdampak pada pembentukan hujan yang berkepanjangan selama musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia," kata Erma.