Selalu ada kemungkinan sesuatu terjadi, sehingga ada resiko yang harus ditanggung.
Apalagi, kata dia, badan manusia memiliki reaksi yang berbeda-beda dan tidak bisa ditebak.
Sehingga barangkali ada suatu obat atau vaksin yang sudah dijamin aman, tapi untuk orang-orang tertentu bisa lain reaksinya.
"Yang saya tahu juga ada kompensasinya, kompensasi rupiahnya. Karena bagaimanapun mereka menyediakan dirinya untuk dites vaksin yang notabene belum dapat izin edar. Jadi saya rasa hal sah-sah saja, yang penting sesuai dengan persyaratan untuk menjadi relawan," ungkapnya.
Menurut Bambang persyaratan menjadi relawan harus dipenuhi dan sesuai dengan kebutuhan akan uji klinis itu sendiri.
Seperti mencari orang yang sehat, tidak punya penyakit bawaan, atau berada pada golongan umur tertentu karena ingin melihat reaksi di golongan umur tertentu misalkan.
"Jadi tidak sembarang orang bisa jadi relawan uji klinis karena mereka punya tujuan dengan uji klinis ini. Mereka ingin melihat efektivitas dari vaksin ini.
Sehingga mungkin ada yang disuntik vaksin, ada yang disuntik plasebo atau suntik yang istilahnya tidak ada isinya," jelas Bambang.
Belum lagi, para relawan itu harus terus menerus diamati dan dimonitor setelah penyuntikan vaksin.