Sebagai insinyur, ia punya keyakinan. Apapun yang bisa dibuat manusia, maka ia bisa membuatnya. Syarif kemudian menugaskan stafnya untuk membeli komponen ventilator.
Dari sana ia tersadar, mafia di alat kesehatan luar biasa.
“Kalau daging impor, harganya naik 4 kali lipat. Tapi kalau alat kesehatan (alkes) bisa10 kali lipat. Saya makin bertekad untuk membuatnya tanpa menggunakan rantai pasok alkes,” ungkap Syarif.
Ia mencoba mengembangkan ventilator dengan alat seadanya. Karena tidak memungkinkan, ia mengajukan dana pada Salman Rp 50 juta sebagai modal awal pembuatan ventilator.
Setelah jadi, ia memosting prototype ventilator dan memostingnya di media sosial. Lalu ia tulis membutuhkan dokter untuk mereview ventilatornya.
Hingga akhirnya ia dipertemukan dengan dokter anestisi, Ike Sri Rezeki dari Unpad. Dengan tegas Ike mengatakan, rancangan Syarif bagus dan banyak.
Namun yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah Continous Positive Airway Pressure (CPAP).
CPAP adalah satu fungsi paling sederhana pada ventilator untuk memberikan tekanan positif pada paru-paru agar terus megembang, tidak kuncup.
Ini penting karena Covid-19 menghasilkan lendir yang membuat paru-paru tidak bisa menerima oksigen.