Studi ini mengklaim adanya peningkatan pencarian online untuk gejala corona virus, terutama diare, pada mesin pencari populer China, Baidu.
Namun, pejabat perusahaan Baidu membantah temuan tersebut dan mengatakan bahwa sebenarnya ada penurunan pencarian diare selama periode tersebut.
Istilah yang digunakan dalam makalah Harvard University sebenarnya diterjemahkan dari bahasa China sebagai "gejala diare".
Peneliti memeriksa ini pada Baidu yang memungkinkan pengguna untuk menganalisis popularitas permintaan pencarian, seperti Google Trends. Istilah pencarian "gejala diare" memang menunjukkan peningkatan pencarian dari Agustus 2019.
Namun, peneliti juga menggunakan istilah "diare", istilah pencarian yang lebih umum di Wuhan, dan sebenarnya menunjukkan penurunan dari Agustus 2019 hingga wabah virus corona menyebar.
Kepada BBC, penulis utama makalah Harvard, Benjamin Rader, mengatakan, istilah pencarian "diare" dipilih karena dinilai istilah yang paling cocok untuk kasus Covid-19 yang dikonfirmasi dan disarankan sebagai istilah pencarian terkait dengan virus corona.
Peneliti juga melihat popularitas pencarian "demam" dan "kesulitan bernapas", dua gejala umum virus corona lainnya. Pencarian untuk "demam" sedikit meningkat setelah Agustus. Demikian pula dengan "batuk".
Sementara, pencarian untuk "kesulitan bernapas" menurun pada periode yang sama. Muncul pula pertanyaan terkait penelitian itu yang menggunakan diare sebagai indikator penyakit.
Sebuah studi skala besar di Inggris terhadap hampir 17.000 pasien corona virus menemukan bahwa diare menjadi gejala ketujuh yang paling umum, jauh di bawah tiga gejala teratas seperti batuk, demam, dan sesak napas.