"Warga sempat marah dan pelaku hampir saja diamuk. Namun, beruntung ada yang menahan dan akhirnya diserahkan ke polisi," kata Deny.
Setelah ditelusuri, EP dan ROP ternyata berteman di media sosial dan ROP sering curhat ke EP.
"Korban (ROP) mengenal EPS dari medsos dan kemudian bertemu. Kejadiannya sekitar satu tahun lalu," kata Besri Rahmad Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA).
Ternyata ROP merupakan anak broken home yang diduga tertekan hingga akhirnya curhta pada EP.
"ROP ini berasal dari keluarga broken. Ayah dan ibunya pisah. Dia tinggal bersama kakak tirinya," katanya.
Sang ibu korban bekerja sebagai TKW sedangkan ayahnya menikah lagi.
"Dari pengakuan korban ada empat kali tindakan pencabulan dilakukan. Itu semua dalam keadaan terpaksa," kata Besri.
Alami trauma ROP ditangani oleh psikolog guna melakukan penyembuhan.
"Kasusnya sudah kita telusuri dan kita membawa psikolog," kata Besri.
Atas perbuatannya, EP ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. (*)