GridStar.ID - Pandemi covid-19 membuat banyak perusahaan farmasi berlomba menemukan vaksinnya.
Namun, di antara para ilmuwan, ada seorang gadis muda berusia 14 tahun yang berhasil menemukan terapi potensial untuk pengobatan corona.
Penemuan ini membuat gadis asal Frisco, Texas, ini memenangkan 3M Young Scientist Challenge tahun 2020 yang berhadiah 25.000 dollar AS atau sekitar Rp 366 juta.
Baca Juga: Agar Terbebas dari Pandemi, Benarkah Indonesia Butuh 340 Juta Dosis Vaksin Covid-19?
Anika menggunakan metodologi in-silico untuk menemukan molekul yang secara selektif dapat mengikat protein spike virus SARS-CoV-2 dalam upaya menemukan obat untuk pandemi Covid-19.
"Dua hari terakhir, saya melihat banyak media hype tentang proyek saya karena melibatkan virus SARS-CoV-2 dan itu mencerminkan harapan kolektif kami untuk mengakhiri pandemi ini karena saya, seperti orang lain, berharap kami pergi segera kembali ke kehidupan normal kami," kata Anika.
Anika yang merupakan keturunan India-Amerika sebenarnya tidak menggunakan metode in-silico untuk menemukan terapi potensial untuk Covid-19.
Baca Juga: Kabar Baik, 11 Vaksin Ini Sudah Capai Fase Uji Coba Ketiga, Mana Saja yang Siap Diproduksi Massal?
Kala itu, metode itu hanya digunakan untuk mengidentifikasi senyawa timbal yang dapat mengikat protein virus corona biasa.
"Setelah menghabiskan begitu banyak waktu untuk meneliti tentang pandemi, virus, dan penemuan obat-obatan, sungguh gila untuk berpikir bahwa saya benar-benar mengalami hal seperti ini," ujar Anika seperti dilansir CNN, Senin, 19 Oktober 2020.
"Karena pandemi Covid-19 sangat parah dan dampaknya yang drastis terhadap dunia dalam waktu yang begitu singkat, saya, dengan bantuan mentor saya, mengubah arah untuk menargetkan virus SARS-CoV-2," tambahnya.
Baca Juga: Waduh! Bayi dan Anak-anak Kemungkinan Tidak Akan Mendapatkan Vaksin Covid-19, Ada Apa?
Terinspirasi dari mana?
Anika mengaku terinspirasi untuk menemukan obat potensial untuk virus corona setelah belajar tentang pandemi flu pada 1918 silam.
Selain itu, dia juga mencari tahu berapa banyak orang meninggal setiap tahun di Amerika Serikat meskipun vaksinasi tahunan dan obat anti-influenza tersedia di pasar.
"Anika memiliki pikiran yang ingin tahu dan menggunakan keingintahuannya untuk mengajukan pertanyaan tentang vaksin untuk Covid-19," kata Cindy Moss, juri untuk 3M Young Scientist Challenge.
"Pekerjaannya komprehensif dan memeriksa banyak database. Dia juga mengembangkan pemahaman tentang proses inovasi dan merupakan komunikator yang ahli," dia menambahkan.
Anika mengatakan memenangkan hadiah dan gelar ilmuwan muda papan atas adalah suatu kehormatan, tetapi pekerjaannya belum selesai.
Tujuan berikutnya, kata dia adalah bekerja bersama para ilmuwan dan peneliti yang berjuang untuk mengendalikan morbiditas dan mortalitas pandemi dengan mengembangkan temuannya menjadi obat yang sebenarnya untuk virus tersebut.
Dilansir dari laman resmi Young Scientist Lab, Anika mengaku selalu kagum dengan eksperimen sains sejak kanak-kanak.
Penemuan favoritnya adalah internet karena memungkinkan manusia menjelajahi begitu banyak hal hanya dengan beberapa klik.
"Saya menganggapnya sebagai harta karun informasi dan telah menjadi aset berharga dalam mengejar pengetahuan dan melakukan penelitian dari mana saja dan kapan saja," kata Anika.
"Saya kagum dengan betapa luas dan dalamnya hal itu dan tidak dapat membayangkan dunia tanpa internet. Ketika digabungkan dengan penilaian dan penggunaan yang tepat, kami dapat mencapai lebih banyak lagi dan saya sangat antusias dengan potensinya setiap kali saya menggunakannya," tambahnya.
Masih dari laman Young Scientist Lab, Anika mengaku dalam 15 tahun mendatang, Anika berharap menjadi seorang peneliti medis dan profesor.
Dia juga membagikan sebuah quote sebagai berikut: "Jangan pernah berhenti bertanya," kata Anika Chebrolu. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gadis Berusia 14 Tahun Dapat Ratusan Juta Usai Temukan Terapi Penyembuhan Covid-19"