GridStar.ID -Penduduk negara satu ini disebut-sebut sangat makmur.
Bahkan, rata-rata gaji per bulan penduduknya disebut mencapai angka Rp84 juta, fantastis bukan?
Namun, siapa sangka, rata-rata penduduknya bukanlah orang kaya yang hidup serba glamor, negara mana ya?
Tinggal di daerah yang dinobatkan sebagai negara terkaya faktanya tidak membuat masyarakat Swiss ikut menjadi kaya pula.
Meskipun tak kaya, penduduk Swiss adalah masyarakat yang teramat-sangat sejahtera.
Antara kaya raya dan sejahtera, banyak perbedaannya.
Contoh, seorang sarjana S1 lulusan dari universitas (jalur sains) atau Fach-hochschule (jalur politeknik) ketika memasuki dunia kerja akan mendapatkan gaji sekitar CHF6.000-an (Rp84 juta) per bulan.
Banyakkah jumlah itu? Jika gaji itu dipakai untuk hidup di Indonesia pastilah banyak sekali.
Tetapi, jumlah itu sangat pas-pasan untuk hidup di Swiss.
Apalagi jika karyawan sarjana tadi sudah beristri dengan dua anak.
Pasti ia menjadi sangat kekurangan.
Biaya hidup di Swiss teramat tinggi, sehingga gaji sebesar itu terasa pas-pasan, contoh untuk sewa rumah.
Di Swiss, seperti juga di Jerman, semua ukuran rumah diukur sesuai takaran layak kemanusiaan.
Dengan standar menurut hukum setempat yang memang harus dipatuhi, harga sewa rumah ukuran 80-100 m2 adalah CHF2.000 per bulan (Rp28 juta)
Sebagai keluarga yang hidup di negara dengan kesejahteraan tinggi, keluarga itu juga harus membayar asuransi kesehatan, asuransi jiwa, dan dana pensiun bagi (jaminan hari tua) di hari tua.
Satu keluarga inti dengan empat kepala, harus keluar sekitar CHF1.200 (Rp 16,8 juta) per bulan.
Sisa gaji dipakai untuk hidup sehari-hari.
Contoh harga bensin setara Pertamax CHF1,5 (Rp21.000) per liter.
Makan siang di rumah makan biasa CHF 20 (Rp280.000) per orang.
Sebotol air mineral 600 ml Rp 30.000.
Tarif kereta api cepat kelas dua berjarak 150 Km CHF 56 (sekitar Rp 800.000) sekali jalan dan seterusnya.
Berbeda dengan orang-orang yang sudah menduduki jabatan tertentu misalnya manajer, guru besar di universitas, atau kelas menengah lain yang pendapatannya bisa 3-4 kali lipat dari karyawan tadi.
Namun meski gajinya lebih tinggi, masyarakat kelas menengah itu juga tidak kaya-raya, karena pajak yang luar biasa tingginya.
Semakin tinggi gaji, pajaknya pun semakin besar.
Menariknya, meski kondisi ekonominya pas-pasan, seorang karyawan biasa tidak akan kekurangan.
Sebab, negara melalui Gemeinde atau kantor pemerintah kota akan memfasilitasisang karyawan tadi habis-habisan dari hasil pajak orang-orang yang bergaji 4-5 kali dari dia.
Ada tunjangan anak, tunjangan sosial, dan lain-lain.
Hidup mereka menjadi bergairah, bahkan keluarga itu bisa menikmati liburan.
Di Swiss, produktivitas SDM dipacu dengan gaji.
Semakin tinggi gajinya, kelak pensiun yang didapatkan pun akan tinggi.
Semua warga (tak peduli PNS, karyawan swasta, maupun petani) semua akan menerima tunjangan sosial-kesejahteraan di hari tua.
Besar tunjangan bernama AHV yang diambil dari pajak itu sekitar CHF2.500 per bulan.
Bagi yang memiliki gaji, dana pensiun dari pemerintah pasti di atas AHV.
Dengan uang tersebut, minimum seseorang bisa bertahan hidup walau pas-pasan.
Tetapi, negara via pemerintah daerah akan memberikan tunjangan lain (sesuai kemampuan pemerintah daerah), hingga seseorang tetap bisa hidup layak pada akhirnya.
Jangan lupa, di Swiss kita bersekolah sejak SD sampai S1, S2, S3 sekalipun semua gratis.
Kita ingin meraih tiga kali doktor pun, tidak akan keluar biaya sepeser pun.
Jadi sebenarnya orang Swiss tidak kaya raya, melainkan hidupnya sejahtera.
Sebab, setiap individu, swasta dan negara bekerja bahu-membahu menegakkan kesejahteraan.
Mereka tidak hidup dalam kemewahan ala selebritas kaya raya.(*)
Artikel ini pernah tayang di Intisari dengan judulGaji Rp84 juta/Bulan Tapi Tidak Bisa Kaya, Itulah Fakta Rakyat Swiss