GridStar.ID - Pemerintah diwajibkan menjalankan rapid test karena memiliki peran besar bagi masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Rapid test corona sendiri merupakan metode skrining awal yang digunakan untuk deteksi virus corona dalam tubuh.
Ketua DPRD Kabupaten Garut yaitu Euis Ida menolak mengikuti rapid test.
Menurutnya, rapid test yang dimiliki Dinas Kesehatan Garut di Gedung DPRD Garut kualitasnya diragukan.
Euis menilai beberapa hasil rapd test berbeda-beda setiap mereknya.
Bahkan, ia telah observasi tujuh orang yang lakukan rapid test di Lapangan Setda Garut yang menunjukkan hasil reaktif pada Selasa (12/05).
Baca Juga: Larang Warganya Mudik Lokal, Anies Sebut Corona Tidak Kenal Lebaran
Melansir gridhot.id, Namun sehari kemudian, ketujuhnya dinyatakan nonreaktif saat menjalani tes ulang dengan rapid test merk lainnya.
"Kalau ada yang mau (rapid test) silakan saja. Ibu mah enggak. Mau alat (rapid test yang bagus dan akurat," kata Euis, Jumat (15/05).
Alat rapid test yang dipakai saat ini, dituding Euis banyak bermasalah. Akibatnya menimbulkan keresahan di masyarakat.
"Maunya alat yang bagus. Yang kemarin itu jelek. Makanya ibu enggak (ikut rapid test)," ujarnya.
Ia khawatir pikirannya jadi terbebani saat menggunakan alat rapid test tersebut. Euis juga meminta Pemkab Garut untuk menarik semua alat rapid test yang ada saat ini.
"Alat yang ada tarik dulu. Ganti dengan yang baru. Jangan nakut-nakutin masyarakat dan buat resah," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman mengakui bahwa alat rapid test yang ada memang tak sepenuhnya 100 % akurat.
"Memang seperti itu, hari ini reaktif tapi saat dites dengan alat lain jadi nonreaktif. Kenyataannya seperti itu dan terjadi di beberapa tempat," kata Helmi.
Helmi telah mempertanyakan hasil rapid test yang tak sesuai itu. Rapid test itu menggunakan merk Viva Diag yang berasal dari Cina.
Pengadaan alat tersebut berdasarkan rekomendasi dari gugus tugas pusat.
Terkait permintaan Ketua DPRD Garut yang meminta alat rapid test diganti, Helmi menyetujuinya. Namun rapid test merk Viva Diag itu tetap bisa digunakan.
"Nanti pembandingnya bisa pakai merk yang lain. Tapi harus hati-hati pakainya. Rapid test ini kan penjaringan awal," ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, Maskut Farid, menyebut, rapid test merk Viva Diag memang banyak dikeluhkan. Banyak hasil yang tak sesuai seperti terjadi Setda dan Kecamatan Selaawi.
"Yang tadinya reaktif, setelah dicek dengan merek lain non-reaktif," ucap Maskut.
Namun bukan berarti kesalahan tersebut, karena kesalahan merk alat rapid test. Sebab dalam pemeriksaan anti bodi ini, ada alat yang sangat sensitif terhadap virus-virus yang lain.
"Jadi kalau Reaktif itu bisa saja karena pernah ada demam berdarahnya, atau ada flunya. Jadi data yang ada kira-kira 50 % lah tingkat akurasinya. Jadi yang reaktif atau nonreaktif, masih belum pastibmana yang benar. Makanya harus tunggu hasil swabnya," ujarnya
Diketahui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Garut menggunakan dua merek rapid test. Pihaknya membeli alat berdasarkan rekomendasi dari Gugus Tugas Nasional.
"Kira-kira ada 20 yang masuk rekomendasi. Masalahnya, Viva Diag ini termasuk direkomendasikan, jadi ini artinya kita tidak bisa mengatakan ini benar, ini yang salah," ucapnya. (*)