GridStar.ID-Virus corona atau covid-19 merupakan kejadian luar biasa bagi dunia di 2020.
Ratusan nyawa telah melayang karena terinfeksi virus yang disebut-sebut berasal dari pasar hewan liar Wuhan China ini.
Berbagai upaya dilakukan untuk menemukan vaksin atau obat yang dapat melawan covid-19.
Seperti yang dikutip dari Tribun Manado, Pemerintah Inggris mengumumkan memberikan danan 24,7 juta dolar AS atau setara dengan Rp 367,8 miliar untuk proyek vaksin untuk virus corona.
Kini pada ilmuwan dari Universitas Oxford di Inggris sedang berlomba menemukan obat atau vaksin covid-19.
"Setelah kami mendapatkan hasil dari tes efikasi vaksin kami," ungkap Profesor Adrian Hill, Direktur Institut Jenner di Universitas Oxford, mengatakan kepada Telegraph.
"Kami bertujuan untuk memiliki sekira satu juta dosis pada bulan September," tambahnya.
"Maka kita akan bergerak lebih cepat lagi, karena cukup jelas bahwa dunia akan membutuhkan ratusan juta dosis."
"Idealnya pada akhir tahun, untuk mengakhiri pandemi ini dan membiarkan kita keluar dari penguncian dengan aman," terangnya.
Lebih jauh, persetujuan darurat akan diperlukan agar vaksin diproduksi secara massal jika terbukti aman dan efektif.
Petugas kesehatan akan berada di depan antrian untuk uji coba.
Tetapi sebelum itu, uji coba manusia di Inggris akan diperluas menjadi 6.000 kasus uji pada akhir Mei 2020.
Selasa fase pertama, sekira 1.112 uji coba.
Uji Coba pada Enam Monyet
Uji coba vaksin covid-19 pada monyet
Pada Maret 2020, para ilmuwan di Rocky Mountain Laboratory National Institutes of Health di Montana menginokulasi enam monyet kera rhesus dengan satu dosis vaksin Oxford.
Dikutip Tribunnews dari The New York Times, mereka telah 'dibombardir' dengan virus SARS-CoV-2, yang menyebabkan penyakit Covid-19.
“Lebih dari 28 hari kemudian, keenamnya sehat, kata Vincent Munster, peneliti yang melakukan tes di Amerika Serikat,” lapor The New York Times.
Secara terpisah, tim peneliti University of Oxford dengan cepat menekankan bahwa timeline sangat ambisius dan dapat berubah.
Investasi Senilai Rp 428 Miliar
Sekira Rp 428 miliar telah dipompa ke proyek lain di Inggris, melibatkan Imperial College di London.
Sebelumnya, Imperial College di London telah melakukan penelitian terhadap SARS-CoV-2 sejak Februari 2020.
“Investasi ini akan membantu kami mempercepat program klinis kami," ungkap Robin Shattock, dari Departemen Penyakit Menular London di Imperial College.
"Mulai dari memulai uji keamanan manusia pada Juni hingga menguji apakah vaksin dapat mencegah infeksi di masyarakat yang lebih luas,” jelasnya.
"Kami bekerja secepat mungkin untuk menentukan kemanjuran vaksin dan untuk mencapai posisi di mana jutaan atau miliaran vaksin dapat diproduksi dengan cepat," tambahnya.
Virus Corona di Dunia
Sejauh ini, lebih dari 3,1 juta orang telah terinfeksi secara global oleh jenis virus corona baru ini dengan jumlah korban jiwa mencapai 211.000.
Di Eropa, Italia, Spanyol, Prancis, dan Inggris telah dirusak oleh krisis Covid-19.
Sementara AS telah melaporkan lebih dari 1 juta kasus infeksi dengan jumlah kematian mencapai 56.000.
Uji Klinis yang Dikembangkan di Berbagai Negara
Ilustrasi virus corona
Sebagaimana diketahui, menemukan obat atau vaksin telah menjadi prioritas utama saat lockdown diberlakukan di planet ini secara bertahap .
Pekan lalu, Asia Times melaporkan bahwa uji klinis sudah dilakukan di seluruh dunia.
Di China, Institut Nasional untuk Pengawasan Obat dan Makanan , dan Sinovac Biotech telah memulai pengujian manusia di Xuzhou, sebuah kota besar di provinsi Jiangsu.
“(Hasil praklinis) pada primata non-manusia ditemukan, ketika diberikan dengan dosis yang cukup, vaksin dapat memberikan perlindungan terhadap Sars-CoV-2, " sebuah makalah pendahuluan mengatakan setelah dirilis oleh tim peneliti di medRxiv.org.
Lebih jauh, dua uji coba besar lainnya sudah memasuki tahap kedua di China.
Baca Juga: Kabar Baik Berakhirnya Virus Corona, 3 Vaksin Covid-19 Telah Diuji ke Tubuh Manusia, Hasilnya?
Mereka diluncurkan oleh Institut Produk Biologi Wuhan dan Institut Virologi Wuhan, serta Akademi Ilmu Kedokteran Militer Tiongkok dan CanSino Bio.
Menurut Science, hingga saat ini ada 76 kandidat vaksin sudah dalam pengembangan.
“Tetapi pejabat kesehatan masyarakat telah memperingatkan bahwa dari awal hingga selesai," ungkap narasumber terkait penelitian tersebut.
"Dibutuhkan setidaknya satu tahun untuk membuktikan apakah seorang kandidat aman dan efektif. Dan itu jika tidak ada masalah yang muncul, ” tambahnya.
Secara terpisah, tes klinis pertama vaksin di Jerman disetujui awal bulan ini oleh Paul-Ehrlich-Institut.
Obat ini telah dikembangkan oleh perusahaan Jerman, Biontech, dan Pfizer, raksasa perusahaan di AS.
Raksasa dari industri farmasi, GlaxoSmithKline dan Sanofi , juga mengumumkan pada April 2020, mereka telah bergabung untuk mengerjakan vaksin dalam 12 hingga 18 bulan ke depan. "Kami berencana untuk memulai uji coba (segera)," ungkap Emma Walmsley, CEO GSK.
Lebih jauh, AstraZeneca, kelompok farmasi terkemuka lainnya , akan memulai uji klinis obat kankernya, Calquence.
Obat tersebut diuji untuk menilai potensinya untuk mengendalikan respons sistem kekebalan yang berlebihan, terkait dengan infeksi Covid-19 pada pasien yang sakit parah.
Grup pelayanan kesehatan Amerika Johnson & Johnson juga mengerjakan vaksin seperti halnya bisnis biotek Moderna, yang memulai pengujian awal bulan ini.
Di Australia, penelitian telah didanai oleh Koalisi Kesiapsiagaan Epidemi Inovasi , atau CEPI, dan Organisasi Kesehatan Dunia.
Lebih lanjut, Asia Times melaporkan pada bulan April percobaan pada hewan telah terjadi.
"Pada akhirnya, pengembangan dan pengiriman vaksin yang aman dan efektif akan diperlukan untuk sepenuhnya menghentikan penularan," tegas Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO. (*)