Karena gue yang mengambil keputusan jadi gue yang memulai pembicaraan itu," ujarnya.
"Berhubung Dhofin masih usia berapa ya, kelas 6 SD belum bisa apa-apa. Kayak gue bisa ngerasain dia kayak mau ngelawan atau mungkin dia pengen argumen dengan itu tapi dia gak bisa itu yang gue rasain.
Gue memperbolehkan dia untuk berasumsi seperti itu, dia akan mencap gue sebagai orang jahat tapi gue yakin suatu saat cap itu pasti akan luntur dan bisa jadi orang baik di mata dia, itu aja. Itu memang butuh proses, saat itu berat dan gue yakin akan ada sesuatu efeknya keputusan (cerai) ini," bebernya.
Ibnu sembari menangis mengaku sangat peduli pada sang anak hingga sedih karena WhatsAppnya tidak pernah dibalas.
"Mau curhat ke siapa itu bukan solusi buat gue, saat itu adalah solusi gue ya gue harus ngomong sama anak gue apapun yang terjadi, ya efeknya seperti kemarin yang gue bilang.
Ternyata gue memberikan ribuan gunung es antara gue dan Dhofin. Tapi gue tetep berusaha untuk mendekatkan diri gue ke dia, dengan main ke rumahnya, gue jemput dia ke sekolah meski gue dicuekin.
Tapi gue tetep selalu berpikir apa yang ada di frame gue dan frame dia, gue harus menerima itu," sambungnya.
Tidak hanya itu, Ibnu juga membayangkan hubungannya yang renggang dengan sang anak yang membuatnya pilu.
"Sangat lama, paling jeleknya nanti kalo dia punya anak, gue yakin dia bisa merasakan apa yang gua rasakan.
Bahkan chat gue gak pernah dibales, gue gak tahu itu dibaca apa enggak. Gue selalu positif thinking itu dibaca meskipun gak dibalas, dan Ririn selalu ngajarin itu sih, ya lakuin aja gak perlu ada ketakutan lalu kamu stagnand dan tidak melakukan apa-apa," sambungnya.
Dhofin bak sudah tutup pintu untuk sang ayah.