"Kami telah mengetahui bahwa peristiwa rekombinan dapat terjadi, pada manusia atau hewan, dengan berbagai varian SARSCoV2 yang beredar," kata Kepala Ilmuwan di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Soumya Swaminathan.
Ia menyebut perlunya eksperiman untuk menentukan sifat varian virus hibrida tersebut.
Diyakini, varian Deltacron telah beredar sejak Januari 2022.
Pemimpin Teknis Covid-19 WHO Maria Von Kerkhove mengatakan, para ilmuwan sejauh ini belum melihat adanya perubahan dalam tingkat keparahan varian baru dibandingkan dengan varian sebelumnya.
Akan tetapi, banyak penelitian ilmiah sedang berlangsung untuk mengungkapnya.
"Sayangnya, kami berharap melihat rekombinan karena inilah yang dilakukan virus. Mereka berubah seiring waktu," kata Von Kerkhove.
"Kami melihat tingkat sirkulasi yang sangat intens. Kami juga melihat virus ini menginfeksi hewan dengan kemungkinan menginfeksi manusia lagi," sambungnya.
Apakah kita harus khawatir?
Para ahli dengan cepat menekankan bahwa varian rekombinan bukanlah hal yang tidak biasa dan tidak akan menjadi yang terakhir pada Covid-19.
"Ini terjadi setiap kali kita berada dalam periode peralihan dari satu varian dominan ke varian lain, dan biasanya merupakan keingintahuan ilmiah tetapi tidak lebih dari itu," kata pemimpin inisiatif genomik Covid-19 di Wellcome Trust Sanger, Dr Jeffrey Barrett, dikutip dari The Guardian.
Namun, dengan hanya sejumlah kecil kasus Deltacron yang teridentifikasi sejauh ini, belum ada cukup data tentang tingkat keparahan varian atau seberapa baik vaksin melindunginya.