"Di TK itu, masih ada raportnya sampai sekarang, masih saya simpan. Di situ ada tulisan untuk orangtua, 'Anak ibu suka menyiksa anak lainnya'," ungkap Ariel.
Bahkan Ariel mengaku memiliki teman yang selalu menjadi lawan berkelahi.
"Waktu di Aceh punya teman satu spesialis untuk berantem. Bisa gini, 'Eh nanti sore kita ketemu di lapangan, kita berantem.
Kebiasaan berkelahi itu berhaneti sejak ia dan keluarga pindah ke Bandung.
"Tapi pas pindah ke Bandung agak beda. Berantem tapi beda. Jadi gini pas pindah ke Bandung kirain masih sama scene-nya. Ternyata ada satu yang enak diajak berantem, pas di sana (Aceh) kan satu lawan satu. Pas di Bandung kirain sendiri, ternyata datang berlima. Sejak itu udah males," tambahnya.
Namun menginjak remaja Ariel bahkan melakukan kenakalan lain yakni 'makan lima ngaku satu' di kantin sekolah.
"Diajakin, gimana. Diajarin teman nanti kalau ke sana bisa untung, jadi bayarnya segini ngambilnya tiga langsung.
Kini ariel mengakui bahwa perbuatannya dulu salah dan merugikan orang lain.
"Soalnya kan kita diajari PMP ya, di situ kan dikasih tahu budi pekerti kalau itu salah, ini benar. Saat melakukan itu bukan mau untung secara uang, cuma skill-nya bisa enggak secepat itu. Tapi setelah dipikirkan merugikan ya, merasa bersalah pasti ada," imbuhnya.